Tidak Boleh Menunda Shalat Hingga Keluar Waktu

Posted on

Tidak Boleh Menunda Shalat Hingga Keluar Waktu – Pada kesempatan ini Dutadakwah akan membahas tetang Shalat. Yang mana dalam pembahasan kali ini menjelaskan bahwa tidak di perbolehkannya menunda shalat hingga mencapai keluar waktunya dengan secara singkat dan jelas. Untuk lebih jelasnya silahkan simak ulasan berikut ini dengan seksama.

Tidak Boleh Menunda Shalat Hingga Keluar Waktu

Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak boleh menunda shalat hingga keluar waktu kecuali untuk tujuan menjamak shalat.

Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam Manhajus Salikin,

وَلَا يُحِلُّ تَأْخِيرُهَا، أَوْ تَأْخِيرُ بَعْضِهَا عَنْ وَقْتِهَا لِعُذْرٍ أَوْ غَيْرِهِ. إِلَّا إِذَا أَخَّرَهَا لِيَجْمَعَهَا مَعَ غَيْرِهَا، فَإِنَّهُ يَجُوزُ لِعُذْرٍ مِنْ سَفَرٍ، أَوْ مَطَرٍ ، أَوْ مَرَضٍ، أَوْ نَحْوِهِا

Artinya : “Tidak dihalalkan menunda shalat atau menunda sebagian shalat hingga keluar waktunya karena uzur atau tanpa uzur. Kecuali jika menundanya karena tujuan untuk menjamak dengan shalat lainnya. Boleh menjamak ketika ada uzur seperti safar, hujan, sakit, atau selainnya.”

Penjelasan Menunda Shalat

Tidak halal bagi mukallaf (orang yang terbebani syariat) menunda shalat hingga keluar waktu seluruh shalat atau sebagiannya dengan sengaja karena seluruh dalil yang telah membicarakan waktu shalat menunjukkan bahwa kita diperintahkan shalat pada waktunya. Maka tidak boleh—misalnya—seseorang melaksanakan shalat Shubuh satu rakaat pada waktunya, lalu satu rakaat di luar waktunya.

Tidak boleh seseorang menunda waktu shalat hingga keluar waktu—atau semisal itu memajukan waktu shalat dari waktunya—karena uzur seperti sakit atau tidak terpenuhinya syarat sah shalat (contoh, tidak mendapati air) atau sedang berperang melawan musuh, keadaan uzur seperti ini pun tetap melaksanakan shalat pada waktunya.

Cerita tentang menunda shalat pada perang Khandaq

Adapun hadits yang menceritakan tentang menunda shalat pada perang Khandaq (5 H) hingga empat shalat sekaligus untuk dijamak, yang tepat hal itu terjadi sebelum pensyariatan shalat Khauf (shalat dalam keadaan genting atau takut).

Dalam hadits dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu disebutkan,

عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنْ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَجَابِرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ عَبْدِ اللَّهِ لَيْسَ بِإِسْنَادِهِ بَأْسٌ إِلَّا أَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ الَّذِي اخْتَارَهُ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي الْفَوَائِتِ أَنْ يُقِيمَ الرَّجُلُ لِكُلِّ صَلَاةٍ إِذَا قَضَاهَا وَإِنْ لَمْ يُقِمْ أَجْزَأَهُ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ

Artinya : Dari Ubaidah bin Abdillah Ibni Mas’ud ia berkata; Kata Abdullah Bin Mas’ud; “Orang orang Musyrik telah menyibukkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari melaksanakan empat waktu shalat, pada hari perang Khandaq sampai malam berlalu dengan kehendak Allah. Kemudian beliau memerintahkan Bilal (untuk mengumandangkan adzan), maka Bilal pun mengumandangkan adzan dan Iqamat. Beliau kemudian melaksanakan shalat zhuhur, kemudian Bilal iqamat lalu beliau shalat asar. Kemudian Bilal iqamat lalu beliau shalat maghrib. Kemudian Bilal iqamat lalu beliau melaksanakan shalat isya.”

“Pada bab ini ada hadits dari Abu Sa’id dan Jabir; “Abu Isa beliau berkata; “Hadits Abdullah dalam sanadnya ini tidak ada masalah, namun Abu Ubaidah tidak mendengar dari Abdullah.” Dan Inilah yang dipilih oleh sebagian ulama tentang shalat yang tertingal, bahwa seorang laki-laki hendaknya beriqamah di setiap shalat bila ia mengqadho sholat, dan seandainya pun tidak beriqom yakni tidak mengumandangkannya maka itu juga sudah cukup. Dan itu adalah pendapatnya Syafi’i.” (Hadits Tirmidzi Nomor 164)

Lebih-lebih lagi, orang yang tidak punya uzur tidak boleh menunda shalat hingga keluar waktu. Kecuali di sini untuk maksud menjamak shalat, yaitu shalat tersebut digabung dengan shalat lain seperti menggabung shalat Zhuhur dan Ashar, atau Maghrib dan Isya.

Tiga Waktu Shalat pada Saat Hajat dan Darurat

Shalat pada waktu ikhtiyar (pilihan) ada lima waktu. Namun waktu shalat pada keadaan hajat dan darurat hanya ada tiga yaitu:

  1. Setelah matahari tergelincir ke barat hingga matahari mau menguning dan akan tenggelam, inilah waktu shalat Zhuhur dan Ashar.
  2. Dari tenggelamnya matahari hingga pertengahan malam, inilah waktu shalat Maghrib dan Isya.
  3. Dari terbit Fajar Shubuh hingga terbitnya matahari, inilah waktu shalat Fajar (shalat Shubuh).

Dalil dari tiga waktu ini adalah firman Allah Ta’ala,

اَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ اِلٰى غَسَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

Artinya : “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra’ Ayat 78)

Apa itu Jamak Shalat?

Jamak shalat artinya mengerjakan dua shalat wajib di salah satu waktu, baik dengan mengerjakan di waktu shalat yang pertama (jamak takdim) ataukah dikerjakan di waktu shalat yang kedua (jamak takhir).

Shalat yang boleh dijamak adalah shalat Zhuhur dan shalat ‘Ashar, lalu shalat Maghrib dan shalat Isya. Menjamak dua shalat ini dibolehkan menurut ijmak (kesepakatan) para ulama. (Dinukil dari Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:287).

Dipentingkan Shalat pada Waktunya

Shalat pada waktunya itu lebih penting daripada memerhatikan syarat shalat lainnya. Buktinya saja dalam keadaan genting tetap disuruh shalat pada waktunya seperti dapat kita lihat dalam pensyariatan shalat Khauf. Allah Ta’ala berfirman,

فَاِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا اَوْ رُكْبَانًا ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ

Artinya : “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah Ayat 239)

Jangan Sengaja Menjamak Shalat

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

“Boleh menjamak shalat Maghrib dan Isya, begitu pula Zhuhur dan ‘Ashar menurut kebanyakan ulama karena sebab safar maupun sakit, begitu pula karena uzur lainnya. Adapun melakukan shalat siang di malam hari (seperti shalat Ashar dikerjakan di waktu Maghrib) atau menunda shalat malam di siang hari (seperti shalat Shubuh dikerjakan tatkala matahari sudah meninggi), maka seperti itu tidak boleh meskipun ia adalah orang sakit atau musafir, begitu pula tidak boleh karena alasan kesibukan lainnya. Hal ini disepakati oleh para ulama.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 22:30)

Tidak Boleh Menunda Shalat Hingga Keluar Waktu
Tidak Boleh Menunda Shalat Hingga Keluar Waktu

Demikian ulasan tentang; Tidak Boleh Menunda Shalat Hingga Keluar Waktu – Semoga dapat bermanfaat dan menmabah ilmu pengetahuan untuk kita semua. Terimakasih.