Suami Yang Sholih Menghadapi dan Menyikapi Istrinya

Posted on

Suami Yang Sholih Menghadapi dan Menyikapi Istrinya Pada kesempatan kali ini Duta Dakwah akan menyajikan “Syarah ‘Uqudullujain”, Untuk bacaan Pasangan Suami Istri, dan ini mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi Pasutri tentang Sikap Seorang Suami Sholih mengahadapi istrinya.

Suami Yang Sholih Menghadapi dan Menyikapi Istrinya

Pada Risalah ini kami akan tuliskan Materi khusus buat renungan Pasangan Suami Istri, risalah ini kami tulis dari Kitab kecil yang bernama “’Uqudullujain”. Dan untuk lebih jelasnya mengenai prihal ini mari kita sama-sama ikuti uraiannya berikut ini:

Mukodimah

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ الْحَمْدُ ِللهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ الْعَزِيْزِ الْجَبَّارِ الَّذِيْ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْئُ النَّهَارِ، وَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْئُ اللَّيْلِ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْغَفَّارُ، أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ عُبَّادِهِ ذَوِى الْقُلُوْبِ وَاْلأَبْصَارِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اُولِى اْلأَلْبَابِ وَاْلإِعْتِبَارِ، اللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ الْمُخْتَارِ، وَاٰلِهِ الْأَطْهَارِ، وَأَصْحَابِهِ الْأَخْيَارِ وَبَعْدُ

Puji dan Syukur senantiasa tetap kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT Tuhan seru sekalian ‘alam, Sholawat dan salamnya semoga tetap tercurah ke haribaan Nabi Agung Muhammad s.a.w., keluarga dan shahabatnya semua, Amiin…

Saudara saudariku seiman yang dirahmati Allah SWT. Seorang Suami Yang Sholih harus bersikap ‘Arif dalam menghadapi istriny, lalu bagaimana penjelasannya?, berikut inilah materinya:

Sikap Suami Kepada Istri

SYARAH ‘UQUUDUL LUJAIN

وروي: {أنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَشْكُوْ إِلَيْهِ خُلُقَ زَوْجَتِهِ، فَوَقَفَ بِبَابِهِ يَنْتَظِرُهُ، فَسَمِعَ امْرَأَتَهُ تَسْتَطِيْلُ عَلَيْهِ بِلِسَانِهَا، وَهُوَ سَاكِتٌ لاَ يَرُدُّ عَلَيْهَا، فَانْصَرَفَ الرَجُلُ قَائِلاً: إِذَا كَانَ هَذَا حَالُ أَمِيْرِ المُؤْمِنِيْنَ، فَكَيْفَ حَالِيْ ؟. فَخَرَجَ عُمَرُ فَرآهُ مُدْبِرًا فَنَادَاهُ، مَا حَاجَتُكَ ؟. فَقَالَ: يَا أَمِيْرَ المُؤْمِنِيْنَ، جِئْتُكَ أَشْكُوْ إِلَيْكَ خُلُقَ زَوْجَتِيْ وَاسْتِطَالَتِهَا عَلَيَّ، فَسَمِعْتُ زَوْجَتَكَ كَذَلِك َ، فَرَجَعْتُكَ وَقُلْتُ: إِذَا كَانَ هَذَا حَالُ أَمِيْرِ المُؤْمِنِيْنَ، فَكَيْفَ حَالِيْ ؟. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: ياَ أَخِيْ إنّيْ احْتَمَلْتُهَا لِحُقُوْقٍ لَهَا عَلَيَّ، إنَّهَا طَبَّاخَةٌ لِطَعَامِيْ، خَبَّازَةٌ لِخُبْزِيْ، غَسَّالَةٌ لِثِيَابِيْ، مُرْضِعَةٌ لِوَلَدِيْ. وَلَيْسَ ذَلِكَ بِوَاجِبٍ عَلَيْهَا، وَيَسْكُنُ قَلْبِيْ بِهَا عَنِ الحَرَامِ، فَأَنَا احْتَمَلْتُهَا لِذَلِكَ، فَقَالَ الرَجُلُ: يَاأَمِيْرَ المُؤْمِنِيْنَ، وَكَذَلِكَ زَوْجَتِيْ. قَالَ  عُمَرُ: فَاحْتَمِلْهَا يَا أَخِيْ، فَإِنَّمَا هِيَ مُدَّةٌ يَسِيْرَةٌ

Diriwayatkan, seorang lelaki datang pada sayyidina umar r.a, ia menceritakan perihal istrinya yang mempunyai sifat dan akhlak buru ia berdiri didepan pintu rumah sayyidina umar menunggu beliau keluar, kemudian ia mendengar istri umar ngoceh-ngocehi ucapan umar dan umar diam tidak menimpalinya, maka lelaki itu memutuskan untuk pulang dan ia berkata dalam hatinya: “jika hal seperti ini yang dilakukan sayyidina umar terhadap istrinya, maka bagaimana sikapku terhadap istriku?, Maka umar keluar rumahnya dan beliau melihat lelaki itu sudah akan pergi. Umar memanggilnya kembali, dan umar bertanya “apa keperluanmu ?” lelaki itu menjawab “Wahai amiril mu’minin, aku datang untuk mengadukan hal istriku yang selalu menimpali ucapan-ucapanku, namun tadi aku mendengar istrimu juga seperti itu, maka aku memutuskan pulang dan aku berkata, jika itu yang engkau lakukan pada istrimu, lalu bagaimana sikapku terhadap istriku ?. Umar berkata: Wahai saudaraku… aku telah membebankan hak-hak aku pada istriku, ia memasakkan makanan untukku, membuatkan roti untukku, mencucikan pakaianku, menyusui anakku, padahal hal-hal tersebut tidak wajib baginya, dan hatiku tenang menyikapi perihalnya, aku menanggung perihalnya. berkata lelaki itu “wahai amiril mu’minin demikian juga perihal istriku. Berkata Umar “Tanggunglah perihal istrimu, karena sikapnya seperti itu tak akan lama.

Kesabaran Istri Akan Mendapat Pahala Seperti Pahala Asiyah Istri Fir’aun

وَمَنْ صَبَرَتْ عَلَى سُوْءِ خُلُقِ زَوْجِهَا أَعْطَاهَا اللهُ مِثْلَ ثَوَابِ آسِيَةَ امرَأَةِ فِرْعَوْنَ) وَهِيَ بِنْتُ مُزَاحِمٍ، وَذَلِكَ أَنَّ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ لَمَّا غَلَبَ السَحَرَةَ آمَنَتْ بِهِ آسِيَّةُ، فَلَمَّا تَبَيَّنَ لِفِرْعَوْنَ إِيْمَانُهَا دَقَّ لِيَدَيْهَا وَرِجْلَيْهَا بِأَرْبَعَةِ أَوْتاَدٍ فِيْ الْأَرْضِ، وَشَبَّحَهاَ فِيْهَا كُلَّ عُضْوٍ بِحَبْلٍ، وَجَعَلَهَا فِيْ مُقَابِلَةِ الشَّمْسِ، فَإِذَا انْصَرَفُوْا عَنْهَا أَظَلَّتْهَا الْمَلَائِكَةُ، وَأَمَرَ فَرْعَوْنُ بِصَخْرَةٍ عَظِيْمَةٍ لِتُلْقَى عَلَيْهَا، فَلَمَّا أَتُوْهَا بِالصَّخْرَةِ، قَالَتْ: “رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِيْ الْجَنَّةِ”، فَأَبَصَرَتِ الْبَيْتَ مِنْ مَرْمَرَةٍ بَيْضَاءَ، فَا نْتَزَعَتْ رُوْحُهَا، فأُلْقِيَتِ الصَّخْرَةُ عَلَى جَسَدٍ لَا رُوْحَ فِيْهِ وَلَمْ تَجِدْ ألَمً

Dan barangsiapa yang sabar atas sifat buruk suaminya, maka ia akan diberikan ganjaran seperti ganjarannya asiyah istri fir’aun (asiyah binti mujahim).

Kisah Sinkat Asiyah Istri Fir’aun

Ketika nabi musa a.s. mengalahkan tukang sihir fir’aun, maka asiyah beriman, dan ketika fir’aun mengetahuinya maka fir’aun mengikat dua tangan dan kaki asiyah dan menelentangkannya diatas bumi, dan mengikatkan tali pada tiap anggota tubuhnya. Maka ketika fir’aun dan tentaranya meninggalkan tempat tersebut, maka ada malaikat yang menaunginya agar tidak tersengat sinar matahari, fir’aun memerintahkan tentaranya untuk menghujam tubuh asiyah dengan batu yang besar, maka ketika tentara itu datang dengan membawa batu besar, Asiyah pun berkata :”Ya Robb, Bangunkalah sebuah rumah untukku disurgaMU”. Kemudian asiyah melihat Allah telah membangunkan sebuah rumah dari marmer merah di surgaNya, maka terlepaslah ruh nya. Dan tentara itu melemparkan batu besar itu pada jasad yang tak bernyawa lagi, sehingga asiyah tidak merasakan sakitnya hujaman batu besar.

Apa yang dikatakan oleh Sayid Abdullah al-Hadad Al-Mahbub?

قَالَ سَيِّدُنَا) أَيْ أَكْرَمُنَا  (الْحَبِيْبُ) أَيْ الْمَحْبُوْبُ السَّيِّدُ  (عَبْدُ اللهِ الْحَدَّادِ) صَاحِبُ الطَّرِيْقَةِ الْمَشْهُوْرَةِ، وَالْأَسْرَارِ الْكَثِيْرَةِ. فَاصْطِلَاحُ بَعْضِ أَهْلِ الْبِلَادِ أَنَّ ذُرِيَّةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ ذَكَرًا يُقَالُ لَهُ: “حَبِيْبٌ”، وَإِنْ كَانَتْ أُنْثَى يُقَالُ لَهَا: “حَبَابَةٌ”، وَاصْطِلَاحُ الْأَكْثَرِ يُقَالُ  لَهُ: “سَيِّدٌ وَسَيِّدَةٌ”.  (الرَجُلُ الْكَامِلُ) أيْ فِيْ دِيْنِهِ  (هُوَ الَّذِيْ يُسَامِحُ) أيْ يُسَاهِلُ  (فِيْ حُقُوْقِهِ) كَالزِيْنَةِ  (وَلاَ يُسَامِحُ فِيْ حُقُوْقِ اللهِ تَعَالَى) كَالصَّلَاةِ وَوَصْلِ الشَّعْرِ فَذَلِكَ حَرَامٌ  (وَالرَّجُلُ النَّاقِصُ هُوَ الَّذِيْ يَكُوْنُ عَلَى الْعَكْسِ) بِأَنْ يَتَّسِعَ فِيْ حُقُوْقِ اللهِ تَعَالَى، وَلَا يَتَّسِعَ فِيْ حُقُوْقِ نَفْسِهِ

Berkata Al-Habib Abdullah al-haddad, beliau yang mempunyai thoriqoh yang masyhur dan mempunyai banyak asror.

Istilah disebagian negara bahwa Turunan Rosulillah s.a.w. jika pria di sebut “HABIB” dan jika perempuan disebut “HABABAH”, sedang istilah kebanyakan orang memanggilnya dengan kata “SAYYID” dan “SAYYIDAH” Beliau (al-habib) berkata: “Seorang yang kamil (yakni orang yang sempurna agamanya) adalah orang yang memaafkan atas hak-haknya, namun tidak memaafkan jika itu hak Allah seperti sholat dan menyambung rambut, yang demikian itu haram. Sedangkan orang yang kurang (yakni orang yang tidak sempurna dalam agamanya) yaitu akan berlaku sebaliknya, yaitu memperluas dalam hak-hak Allah (mema’afkan hak-hak Allah) dan tidak akan melapangkan hak-hak dirinya (tidak mema’afkan hak-hak dirinya).

Kisah seorang suami yang sabar dalam menghadapi sifat buruk istrinya

كَانَ لِبَعْضِ الصَّالِحِيْنَ أَخٌ صَالِحٌ يَزُوْرُهُ كُلَّ سَنَّةٍ مَرَّةً، فَجَاءَ مَرَّةً لِزِيَارَتِهِ فَدَقَّ بَابَهُ، فَقَالَتْ زَوْجَتُهُ: “مَنْ هَذَا ؟”، فَقَالَ: “أَخُوْ زَوْجِكَ فِيْ اللهِ، جَاءَ لِزِيَارَتِهِ”، فَقَالَتْ: “ذَهَبَ يَحْتَطِبُ، لَا رَدَّهُ اللهُ”، وَبَالَغَتْ فِيْ سَبِّهِ. فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ، وَإِذًا بِأَخِيْهِ قَدْ حَمَلَ الْأَسَدُ حَزْمَةَ حَطَبٍ وَهُوَ مُقَبِلٌ بِهِ، ثُمَّ أَنْزَلَ الْحَطَبَ عَنْ ظَهْرِ الْأَسَدِ، وَقَالَ: “إِذْهَبْ، بَارَكَ اللهُ فِيْكَ”، ثُمَّ أَدْخَل أَخَاهُ بَعْدَ التَّسْلِيْمِ عَلَيْهِ وَالتَّرْحِيْبِ بِهِ، فَأَطْعَمَهُ. ثُمَّ وَدَعَهُ وَانْصَرَفَ عَلَى غَايَةِ الْعُجْبِ مِنْ صَبْرِهِ عَلَيْهَا، وَعَدَمِ جَوَابِهِ فِيْ سَبِّهَا. ثُمَّ جَاءَ أَخُوْهُ فِيْ الْعَامِ الثَّانِيْ، فَدَقَّ الْبَابَ، فَقَالَتْ اِمْرَأَةٌ: “مَنْ هَذَا ؟”، قَالَ: “أَخُوْ زَوْجِكَ، جَاءَ يَزُوْرُهُ”، قَالَتْ: “مَرْحَبًا”، وَبَالَغَتْ فِي الثَّنَاءِ عَلَيْهِ وَعَلَى زَوْجِهَا، وَأَمَرَتْهُ بِانْتِظَارِهِ. فَجَاءَ أَخُوْهُ وَالْحَطَبُ عَلَى ظَهْرِهِ، فَأَدْخَلَهُ وَأَطْعَمَهُ. فَلَمَّا أَرَادَ مُفَارَقَتَهُ، سَأَلَهُ عَمَّا رَأَى مِنْ تِلْكَ وَهَذِهِ، وَمِنْ حَمْلِ الْأَسَدِ حَطَبَهُ، فَقَالَ: “يَا أَخِيْ، تُوُفِيَتْ تِلْكَ الشَّرَّسَةِ، وَكُنْتُ صَابِرًا عَلَى شُؤُمِهَا، فَسَخَّرَ اللهُ تَعَالَى لِيْ الْأَسَدَ لِصَبْرِيْ عَلَيْهَا، ثُمَّ تَزَوَّجَتْ هَذِهِ الصَّالِحَةِ، وَأَنَا فِيْ رَاحَةٍ مَعَهَا، فَانْقَطَعَ عَنِّي الْأَسَدُ، فَاحْتَجْتُ أَنْ أَحْمَلَ الْحَطَبَ عَلَى ظَهْرِيْ لِأَجْلِ رَاحَتِيْ مَعَ هَذِهِ الصَّالِحَةِ

Alkisah, ada Ulama yang mempunyai saudara laki-laki yang sholih, ulama tersebut bersilaturrohmi pada saudaranya sekali dalam setahun. Suatu ketika ulama ini mengunjungi rumah saudaranya untuk silaturrohmi, ia mengucapkan salam dan mengetuk pintu, dari dalam rumah istri saudaranya berkata: siapa… ? Ulama menjawab: Aku saudara laki-laki dari suamimu, hendak bersilaturrohmi padanya. perempuan tadi menjawab: suamiku sedang pergi mencari kayu bakar dan belum kembali, dan sangat berlebihan dalam menjelek-jelekan suaminya. (yakni si istri ini menjawab dengan sambil menjelek-jelekan suaminya, memaki dan mencacinya, sementara Ulama tadi hanya mendengarkan dari luar, kalo dalam istilah kita barangkali sipermepuan tadi nyerocos aja ngomong ga berhenti-berhenti sambil ngedumel).

Setiap kali Ulama ini akan silaturrrohmi pada saudaranya, ia mendapati keadaan yang sama, hingga suatu ketika ulama ini menyaksikan, yang memikul kayu bakar itu bukan saudaranya tapi seekor harimau, sedangkan saudaranya hanya berjalan di depannya, ketika sampai dirumahnya, ia menurunkan ikatan kayu bakar tadi dari punggung  harimau dan ia berkata pada harimau tadi :”Trimakasih, pergilah…semoga allah memberkahimu”. Kemudian laki-laki ini mengucapkan salam dan menyambut ulama ini dan mempersilahkan ulama ini untuk masuk ke rumahnya, kemudian ia menyiapkan makanan untuk ulama ini.

Ketika pulang ulama ini sangat kagum atas kesabaran saudaranya menghadapi sifat istrinya yang buruk, dan ia hanya diam ketika istrinya memakinya.

Suami Yang Sholih Menghadapi dan Menyikapi Istrinya
Suami Yang Sholih Menghadapi dan Menyikapi Istrinya

Pada tahun kedua ulama ini datang kembali untuk silaturrohmi, setelah mengucapkan salam dan mengetuk pintu, terdengarlah suara perempuan dari dalam “siapa gerangan..?” Ulama menjawab :”Aku saudara laki-laki dari suamimu, datang hendak silaturrohmi” dari dalam rumah perempuan tadi mengucapkan selamat datang pada ulama ini, dan memuji ulama ini dan memuji suaminya. Perempuan ini meminta dan mempersilahkan ulama untuk menunggu suaminya diluar. Selang beberapa saat datanglah saudaranya dengan memikul kayu bakar di pundaknya (tidak lagi dipikul oleh harimau). Kemudian ia mempersilahkan ulama untuk masuk dan ia menyiapkan makanan untuknya. Dan ketika ulama ini akan pulang, beliau bertanya kepada saudaranya perihal istrinya yang dulu dan yang sekarang, dan kenapa  bisa dulu harimau yang membawakan kayu bakarnya.

Maka ia menjawab ulama tersebut: Saudaraku… Istriku yang engkau saksikan pada tahun yang lalu telah wafat, dan aku selalu sabar menghadapi sifat dan akhlak buruknya, dengan itu Allah mena’lukan harimau padaku karena kesabaranku atas sikap istriku. Kemudian aku menikah lagi dengan perempuan yang sekarang yang sholihah, aku merasa nyaman tnetram dengan nya, maka harimau itupun menghilang dan tak lagi membantuku membawakan kayu bakar, maka kini aku sendiri yang mencari dan memikul kayu bakar karena aku merasa tentram dengan istriku yang sekarang. (subhanallah !)

Demikian Uraian kami tentang Suami Yang Sholih Menghadapi dan Menyikapi Istrinya – Semoga dapat bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan untuk kita semua sebagai Pasangan Suami Istri. Abaikan saja uraian kami ini jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya.

بِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَالْهِدَايَةُ و الرِّضَا وَالْعِنَايَةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ