Suami Boleh Memukul Istri Jika hal itu Bermanfa’at

Posted on

Suami Boleh Memukul Istri Jika hal itu bermanfa’at Pada kesempatan kali ini Duta Dakwah akan menyajikan “Syarah ‘Uqudullujain”, Untuk bacaan Pasangan Suami Istri, dan ini mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi Pasutri tentang Suami Boleh Memukul Istri jika ada manfa’atnya.

Suami Boleh Memukul Istri Jika hal itu Bermanfa’at

Pada Risalah ini kami akan tuliskan Materi khusus buat renungan Pasangan Suami Istri, risalah ini kami tulis dari Kitab kecil yang bernama “’Uqudullujain”. Dan untuk lebih jelasnya mengenai prihal ini mari kita sama-sama ikuti uraiannya berikut ini:

Mukodimah

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ

الْحَمْدُ ِللهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ الْعَزِيْزِ الْجَبَّارِ الَّذِيْ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْئُ النَّهَارِ، وَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْئُ اللَّيْلِ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْغَفَّارُ، أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ عُبَّادِهِ ذَوِى الْقُلُوْبِ وَاْلأَبْصَارِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اُولِى اْلأَلْبَابِ وَاْلإِعْتِبَارِ، اللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ الْمُخْتَارِ، وَاٰلِهِ الْأَطْهَارِ، وَأَصْحَابِهِ الْأَخْيَارِ وَبَعْدُ

Puji dan Syukur senantiasa tetap kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT Tuhan seru sekalian ‘alam, Sholawat dan salamnya semoga tetap tercurah ke haribaan Nabi Agung Muhammad s.a.w., keluarga dan shahabatnya semua, Amiin…

Saudara saudariku seiman yang dirahmati Allah SWT. Seorang Suami Tidak dilarang memukul istri apabila memang itu diburuhkan untuk mendidik, namu tentunya ada batsan-batasannya, lalu bagaimana penjelasannya?, berikut inilah materinya:

Bolehnya Suami Memukul Istri

يَجُوْزُ لِلزَّوْجِ أَنْ يَضْرِبَ زَوْجَتَهُ عَلَى تَرْكِ الزِّيْنَةِ وَهُوَ يُرِيْدُهَا، وَتَرْكِ الْإِجَابَة إِلَى الْفِرَاشِ، وَأَنْ يَضْرِبَهَا عَلَى الْخُرُوْجِ مِنَ الْمَنْزِلِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ، وَعَلَى ضَرْبِهَا الْوَلَدَ الَّذِيْ لَا يَعْقِلُ عِنْدَ بُكَائِهِ، أَوْ عَلَى شَتْمِ أَجْنَبِيٍّ، وَعَلَى تَمْزِيْقِ ثِيَابِ الزَّوْجِ، وَأَخْذِ لِحْيَتِهِ، وَقَوْلِهَا لَهُ: “يَا حِمَارْ، يَا بَلِيْدُ” وَإِنْ شَتَمَهَا قَبْلَ ذَلِكَ، وَعَلَى كَشْفِ وَجْهِهَا لِغَيْرِ مَحْرَمٍ، أَوْ تَكَلُّمِهَا مَعَ أَجْنَبِيٍّ، أَوْ تَكَلُّمِهَا مَعَ الزَّوْجِ لِيَسْمَعَ الْأَجْنَبِيُ صَوْتَهَا، أَوْ إِعْطَائِهَا مِنْ بَيْتِهِ مَا لَمْ تَجْرُ الْعَادَةُ بِإِعْطَائِهِ، وَعَلَى اِمْتِنَاعِهَا مِنَ الْوَصْلِ. وَفِي ضَرْبِهَا عَلَى تَرْكِ الصَّلَاةِ قَوْلَانِ، أَصَحُّهُمَا: لَهُ ضَرْبُهَا عَلَى ذَلِكَ، إِذَا لَمْ تَفْعَلْ بِالْأَمْرِ

Boleh bagi seorang suami memukul istrinya ketika ia menolak berhias sedangkan suaminya ingin istrinya berhias untuknya. Dan ketika si istri menolak  diajak tidur (bersetubuh,tentu ketika istrinya tidak dalam keadaan halangan atau haidh). Dan ketika si istri keluar rumah tanpa izin suaminya. Dan ketika si istri memukul anaknya yang masih kecil yang sedang menangis. dan ketika si istri mengeluarkan kata-kata kotor atau menjelekkan seseorang. Dan ketika si istri berani meludahi pakaian suaminya. Dan berani menjenggut jenggot suaminya. Dan ketika si istri berani memanggil suaminya dengan panggilan yang menghinakan atau panggilan yang jelek seperti “Hey himar, Hey Balid” atau yang semacamnya. Dan ketika si istri membuka wajahnya untuk dilihat selain mahromya. Dan ketika istri berani berbicara atau mengobrol dengan orang yang bukan mahrom. Atau saat berbicara suaminya ada namun ia ingin suaranya terdengar oleh laki-laki lain. Dan ketika istri memberikan sesuatu dari rumahnya yang diluar kebiasaan. Dan ketika istri menolak untuk silaturrohmi.

Lalu bagaimana jika si istri berani meninggalkan sholat, apakah boleh dipukul ? Ada dua pendapat. Dan pendapat yang paling shohih adalah boleh memukulnya setelah diperintahkan ia masih tidak sholat.

Pengertian Bolehnya Suami Memukul Iastri

Sabagaimana disebutkan di atas bahwa suami boleh memukul istri, itu tentunya karena ada alasan yang sesuai syari’at, walau demikian tidak serta merta memukul sesukanya yang terbawa emosi, tapi ada tata caranya, sebagaimana telah disebutkan pada keterangan yang di muka, yaitu pukulan yang dibolehkan tersebut pukulan yang bersifat mendidik bukan pukulan emosi yang akan membahayakan. Suami boleh memukul istri itu juga ada batasannya, yang boleh dipukul hanya bagian bawah, bukan bagian atas seperti bagian pinggang ke atas apalagi wajah, itu pun tidak boleh sampai mencidrai. Dan yang terbaik adalh tidak adanya memukul sebagaiman diterangkan oleh Imam Romli.

Pentingnya Suami Mendidik Istri Dengan Lembut

وَاعْلَمْ أَنَّهُ) أَيْ الشَّأْنَ  (يَنْبَغِيْ) أَيْ يَطْلُبُ  (لِلرَّجُلِ أَنْ يُوْصِيَ اِمْرَأَتَهُ أَيْ يَأْمُرُهَا،  وَيُذَكِّرُهَا وَيَسْتَعْطِفُ بِهَا. وَفِي الْحَدِيْثِ: {رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَالَ: يَا أَهْلاَه، صَلاَ تَكُمْ، صِيَامَكُمْ، زَكَاتَكُمْ، مِسْكِيْنَكُمْ، يَتِيْمَكُمْ، جِيْرَانَكُمْ، لَعَلَّ اللهَ يَجْمَعُكُمْ مَعَهُمْ فِيْ الجَنَّةِ

Ketahuilah, bahwasanya seyogyanya kepada suami untuk berwasiat dan atau memerintahkannya, mengingatkannya, dan berlaku lemah lembut kepadanya. Dalam sebuah hadits: “Allah merahmati yang berkata kepada ahlinya, “Wahai keluargaku, tegakkan sholat, laksanakan puasa, tunaikan zakat, kasihi dan sayangi orang miskin dan yatim, serta tetangga, semoga Allah mengumpulkan kalian bersama mereka dalam syurga.

Menafkahi Menurut Kadar Kemampuan & Tidak Boleh Memukul Istri

وَأَنْ يُنْفِقَ عَلَيْهَا عَلَى قَدْرِ وُسْعِهِ) أَيْ طَاقَتِهِ وَقُوَّتِهِ  (وَأَنْ يَسْتَحْمِلَ عَلَيْهَا) إِذَا آذَتْهُ، بِأَنْ يَصْبِرَ عَلَى إِيْذَائِهَا  (وَيَتَلَطَّفَ بِهَا) بِأَنْ يُدَارِيْهَا بِالْمَعْرُوْفِ، فَإِنَّهُنَّ نَاقِصَاتُ عَقْلٍ وَدِيْنٍ. وَفِي الْحَدِيْثِ: {لَوْلاَ أَنَّ اللهَ سَتَرَ الْمَرْأَةَ بِالْحَيَاءِ لَكَانَتْ لاَ تُسَاوِى كَفًّا مِنْ تُرَابٍ (وَأَنْ يُسْلِكَهَا سَبِيْلَ الْخَيْرِ) قَالَ الرَّمْلِيُّ فِيْ عُمْدَةِ الرَّابِحِ: “لَيْسَ لَهُ ضَرْبُهَا عَلَى تَرْكِ الصَّـلَاةِ  أَيْ بَلْ يَقْتَصِرُ عَلَى الْأَمْرِ، كَمَا قَالَهُ عُطِيَةُ”  (وَأَنْ يُعَلِّمَهَا مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِيْ الدِّيْنِ، مِنْ أَحْكَامِ الطَّهَارَةِ)  كَالْغُسْلِ مِنَ الْحَيْضِ وَالْجِنَابَةِ، وَكَالْوُضُوْءِ وَالتَّيَمُمِ

Dan suami diperintahkan untuk menafkahi istrinya, ahlinya, menurut kadar kemampuannya, dan seyogyanya menanggung atas istrinya dengan berlaku sabar atas perilaku menyakitkan dari istrinya, dan berlaku lemah lembut  pada istrinya, karena wanita adalah makhluk yang kurang dalam akal dan agamanya.

Imam romli berkata dalam kitab umdatur roobih: “tidak diperbolehkan kepada suami memukul istrinya karena ia meninggalkan sholat, namun hanya boleh sampai memerintahkannya dengan cara yang baik.

dan suami diperintahkan untuk mengajari istrinya akan hal-hal yang wajib ia ketahui dalam agama, diantaranya hukum yang berkaitan dengan cara dan kaifiyat bersuci seperti mandi besar dari haidh dan junub, dan seperti hukum serta kaifiyat wudhu dan tayamum.

وَالْحَيْضِ) أَيْ مِنْ كُلِّ مَا يَتَعَلَّقُ بِهِ، فَالَّذِيْ لَا بُدَّ مِنْ إِرْشَادِ النِّسَاءِ إِلَيْهِ فِي الْحَيْضِ بَيَانُ الصَّلَوَاتِ الَّتِيْ تَقْضِيْهَا، فَإِنَّهَا مَهْمَا انْقَطَعَ دَمُّهَا قُبَيْلَ الْمَغْرِبِ بِمِقْدَارِ رَكْعَةٍ فَعَلَيْهَا قَضَاءُ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَإِذَا انْقَطَعَ قُبَيْلَ الصُّبْحِ بِمِقْدَارِ رَكْعَةٍ فَعَلَيْهَا قَضَاءُ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ. وَهَذَا أَقَلُّ مَا يُرَاعِيْهِ النِّسَاءُ. كَذَا فِي الْإِحْيَاءِ

Dan tentang apa-apa yang berkaitan dengan haidh, Dan sebagian pengetahuan yang harus disampaikan dalam masalah haidh mengqodho sholat (ketika datang haidh setelah masuk waktu dan belum sempat melaksanakan sholat, dan atau ketika terhenti darah haidh sesaat sebelum masuk waktu maghrib, kira-kira tersisa waktu yang cukup melaksanakan satu rokaat sholat, maka wajib si wanita tersebut mengqodho sholat dzuhur dan ashar. atau terhenti darah haidh sesaat sebelum waktu shubuh, kira-kira menyisakan waktu yang cukup untuk satu rokaat, maka wajib atas perempuan tersebut mengqodo solat maghrib dan isya, dan hal seperti ini adalah paling tidak yang harus dipelihara oleh seorang perempuan, demikian Imam ghozali menjelaskan dalam kitab Al-Ihya

وَالْعِبَادَاتِ) أَيْ فَرْضِهَا وَسُنَنِهَا، مِنْ صَلَاةٍ وَزَكَاةٍ وَصَوْمٍ وَحَجٍّ. فَإِنْ كَانَ الرَّجُلُ قَائِمًا بِتَعْلِيْمِهَا، فَلَيْسَ لَهَا الْخُرُوْجُ لِسُؤَالِ الْعُلَمَاءِ. وَإِنْ قَصَرَ عِلْمُ الرَّجُلِ، وَلَكِنْ نَابَ عَنْهَا فِي السُّؤَالِ فَأَخْبَرَهَا بِجَوَابِ الْمُفْتِي، فَلَيْسَ لَهَا الْخُرُوْجُ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ فَلَهَا الْخُرُوْجُ لِلسُّؤَالِ، بَلْ عَلَيْهَا ذَلِكَ، وَيَعْصِى الرَّجُلُ بِمَنْعِهَا. وَمَهْمَا تَعَلَّمَتْ مَا هُوَ مِنَ الْفَرَائِضِ عَلَيْهَا فَلَيْسَ لَهَا أَنْ تَخْرُجَ إِلَى مَجْلِسِ عِلْمٍ إِلَّا بِرَضَاهُ

Dan mengajari istri tentang ibadah, baik yang fardhu maupun yang sunah, baik sholat, zakat, puasa dan ibadah haji. Bila seorang suami bisa memberikan ilmu tersebut kepada istrinya, maka tidak diperbolehkan istri keluar rumah untuk menanyakannya pada ulama, walaupun kemampuan atau ilmu suami akan hal itu terbatas, Namun diperbolehkan mengutus seseorang untuk bertanya kepada ulama atas pertanyaan atau masalah yang belum diketahui si istri, dan nanti utusan mengabarkan kembali jawaban dari ulama atas pertanyaan si istri, jika ini bisa dilakukan maka seorang istri dilarang keluar.

Jika suami tidak bisa memberikan ilmu-ilmu yang wajib diketahui oleh istrinya (karena suaminya bukan seorang ‘alim atau bukan seorang kiyai) maka diperbolehkan pada si isteeri keluar rumah dalam rangka bertanya kepada ulama (menghadiri ta’lim atau majlis-majlis ilmu) bahkan wajib hukumnya. Dan dosa jika suaminya melarangnya.

Namun demikian ketika istri akan keluar rumah untuk belajar hal-hal yang wajib, maka tetap harus atas ridho dan izin suaminya.

Suami Boleh Memukul Istri Jika hal itu bermanfa’at
Suami Boleh Memukul Istri Jika hal itu bermanfa’at

Sebagai Orang Beriman Wajib Menjaga Diri dan Keluarga

Tentang Kewajiban orang beriman agar menjaga dirinya dan keluaragnya ini diterangkan oleh Allah sebagaimana dalam Fimannya:

قَالَ اللهُ تَعَالَى) فِيْ سُوْرَةِ التَّحْرِيْمِ  (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا) أَيْ أَقَرُّوْا بِالْإِيْمَانِ  (قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ) أيْ مِنَ النِّسَاءِ وَالْأَوْلَادِ وَكُلِّ مَنْ يَدْخُلُ فِي هَذَا الْإِسْمِ  (نَارًا. قَالَ) تُرْجَمَانُ الْقُرْآنِ سَيِّدُنَا عَبْدُ اللهِ  (ابْنُ عَبَّاسٍ) فِيْ مَعْنَى ذَلِكَ  (فَقِّهُوْهُمْ) أيْ عَلِّمُوْهُمْ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ  (وَأَدِّبُوْهُمْ) أيْ عَلِّمُوْهُمْ مَحَاسِنَ الْأَخْلَاقِ. وَقِيْلَ: {أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ جَهِلَ أَهْلُهُ

Artinya: Allah Ta’ala berfirman dalam Surat at-Tahrim: “Hai orang-orang yang beriman, (yakni mereka yang sudah mantap beriman) Peliharalah dirimu dan keluargamu, (Yaiti Istri, anak-anak dan orang-orang yang termasuk kategori nama ini) dari api neraka. Berkata Penterjemah Al-quran yaitu Sayidina Abdullah Ibnu Abas mengenai makna ayat tersebut. Maksudnya yaitu: “Kalian harus menjadikan mereka faqih, yakni ajari mereka syari’at-syari’at islam, dan ajari mereka adab, yakni ajari mereka akhlak yang baik. Dan dikatakan bahwa “Seberat-berat manusia siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang keluarganya bodoh.

Demikian Uraian kami tentang Suami Boleh Memukul Istri Jika hal itu bermanfa’at – Semoga dapat bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan untuk kita semua sebagai Pasangan Suami Istri. Abaikan saja uraian kami ini jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya.

بِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَالْهِدَايَةُ و الرِّضَا وَالْعِنَايَةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ