Jarak Masa Suci Antara Dua Haid (Menurut Fiqih)

Posted on

Jarak Masa Suci Antara Dua Haid (Menurut Fiqih) Pada Kesempatan ini Duta Dakwah Akan Menuliskan Lanjutan Masalah-masalah Penting Seputar Wanita Bagian ketiga dikutip dari Kitab “HAIDHUN NISAA” Karya M. ASMAWI, ZA. Pembina Majlis Ta’lim Al-Istiqomah Simpang Pematang sekaligus sebagai Pengasuhnya.

Jarak Masa Suci Antara Dua Haid (Menurut Fiqih)

Untuk lebih jelasnya sebaiknya silahkan baca Ulasan  Duta Dakwah dibawah ini dengan Seksama.

Minimal Masa Suci

Mengenai Batas Minimal Masa Suci jarak masa suci antara haid satu ke haid berikutnya sebagaimana diterangkan dalam Fathul-qorib adalah sebagai berikut:

وَاَقَلُ الطُّهْرِ) الْفَاصِلِ (بَيْنَ الْحَضَتَيْنِ) خَمْسَةَعَشَرَ يَوْمًا.  وَاخْتَرَزَ الْمُصَنِفُ بِقَوْلِهِ عَنِ الْفَاصِلِ بَيْنَ حَيْضٍ وَنِفَاسٍ اِذَا قُلْنَا بِالْاَصَحِ اَنَّ الْحَامِلَ تَحِيْضُ فَاِنَّهُ يَجُوْزُ اَنْ يَكُوْنَ دُوْنَ خَمْسَةَعَشَرَ يَوْمًا. وَلَاحَدَّ لِاَكْثَرِهِ اَيْ الطُّهْرِ فَقَدْ تَمْكُثُ الْمَرْءَةُ دَهْرَهَا بِلَا حَيْضٍ

Adapun masa suci yang memisahkan antara dua masa haidh paling sedikit adalah 15 hari lamanya. Pengarang kitab ini mengecualikan dengan perkataannya “antara dua haidh” dan keadaan suci yang memisahkan antara haidh dan nifas, (maka dapat juga kurang dari 15 hari). Karena menurut pendapat yang shaheh orang yang mengandung (yakni yang sedang hamil) itu kadang-kadang ada yang masih haidh, maka bila demikian masa haidh perempuan itu bisa kurang dari 15 hari. Dan tidak ada batas ukuran paling banyak (paling lama,) bagi masa suci, maka kadang-kadang ada perempuan dalam masa setahun berhenti, tidak haidh.

Umumnya Masa Suci

اَمَّاغَالِبُ الطُّهْرِ فَيُعْتَبَرُ بِغَالِبِ الْحَيْضِ فَاِنْ كَانَ الْحَيْضُ سِتًّا فَالطُّهْرُ اَرْبَعٌ وَعِشْرُوْنَ يَوْمًا، اَوْكَانَ الْحَيْضُ سَبْعًا فَالطُّهْرُ ثَلَاثَةٌ وَعِشْرُوْنَ يَوْمًا (وَاَقَلُ زَمَنٍ تَحِيْضُ فِيْهِ الْمَرْءَةُ) وَفِي بَعْضِ النُّسَخَ الْجَارِيَةُ (تِسْعُ سِنِيْنَ) قَمَرِيَةً.  فَلَوْ رَأَتْهُ قَبْلَ تَمَامِ التِّسْعِ بِزَمَنٍ يَضِيْقُ عَنْ حَيْضٍ وَطُهْرٍ فَهُوَ حَيْضٌ وِاِلَافَلَا.

Adapun kebiasaan masa suci, maka dihitung menurut kebiasaan masa haidh. Jika masa haidh itu 6 hari, maka masa sucinya 24 hari, atau haidhnya 7 hari, maka masa sucinya 23 hari. Masa haidh bagi orang perempuan itu paling sedikit adalah sudah sampai umur 9 tahun, menurut perhitungan penanggalan rembulan.

Seandainya orang perempuan itu melihat adanya darah (yang ke luar,) sebelum sampai batas umur 9 tahun disebabkan adanya masa yang sempit dari haidh dan suci, maka darah tersebut dinyatakan sebagai darah haidh. Jika tidak karena masa yang sempit, maka tidak dapat di anggap darah haidh. Adapun yang dimaksud dengan “sembilan tahun” sebagaimana diterangkan dalam Kifayatul-Akhyar sebagai berikut:

دَلِيْلُهُ الْوُجُوْدُ. قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَعْجَبُ مَا سَمِعْتُ مِنَ النِّسَاءِ تَحِضْنَ نِسَاءُ تِهَامَةَ،  تَحِضْنَ لِتِسْعِ سِنِيْنَ، وَفِيْهِ حَدِيْثٌ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ عَنْ عَائِشَة رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، وَلِأَنَّ كُلَّ مَا لَا ضَابِطَ لَهُ فِيْ الشَّرْعِ وَلَا فِيْ اللُّغَةِ يُرْجَعُ فِيْهِ إِلَى الْوُجُوْدِ. وَقَدْ وَجَدَهُ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، ثُمَّ الْمُرَادُ بِالتِّسْعِ اِسْتِكْمَالُهَا عَلَى الصَّحِيْحِ، وَقِيْلَ نِصْفُ التَّاسِعَةِ،  وَقِيْلَ الطَّعْنُ فِيْهَا، فَعَلَى الصَّحِيْحِ الْمُرَادُ التَّقْرِيْبُ لَا التَّحْدِيْدُ عَلَى الصَّحِيْحِ، فَعَلَى هَـذَا لَوْ رَأَتْ الدَّمُ قَبْلَ اسْتِكْمَالِ التَّاسِعَةِ فِيْ زَمَنٍ لَا يَسَعُ طُهْرًا وَحَيْضًا  كَانَ حَيْضًا جَزَمَ بِهِ الرَّافِعِيُّ وَالنَّوَوِيُّ،  وَإِنْ يَسِعْهُمَا لَا يَكُوْنُ حَيْضًا، وَقَالَ الْمَاوَرْدِيُّ: إِنْ تَقَدَّمَ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ كَانَ حَيْضًا وَإِلَّا فَلَا، وَقَالَ الدَّارِمِيُّ: لَا يَضُرُّ نُقْصَانُ شَهْرٍ وَشَهْرَيْنِ واللهُ أَعْلَمُ

Dalilnya adalah menurut kenyataan yang ada. Imam Syafi’i berkata: Apa yang pernah saya dengar dari wanita-wanita yang haidh yang paling saya herani ialah wanita-wanita Tihamah. Mereka mengalami haidh setelah umur sembilan tahun. Ada juga Hadits yang menetapkan batasan tersebut di atas, yaitu sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari ‘Aisyah r.a. Lain dari pada itu, perkara yang tidak ada ketentuannya di dalam Syara’ atau  lughot harus dikembalikan kepada kenyataan yang biasa berlaku. Dalam hal ini, Imam Syafi’i telah menemukan kenyataan itu.

Yang dimaksud dengan “sembilan tahun” menurut qaul yang shahih ialah genap umur sembilan tahun. Ada yang mengatakan pertengahan umur sembilan tahun. Dan ada juga yang mengatakan sejak permulaan menginjak umur sembilan tahun.

Jadi qaul yang shahih memaksudkan kurang lebih umur sembilan tahun, Dan bukan yang dipastikan genap sembilan tahun. Jadi andaikata seorang wanita melihat darah sebelum genap umur sembilan tahun. dalam waktu yang tidak cukup untuk kiraan haidh dan suci, maka darah tersebut adalah darah haidh. Demikian ditetapkan oleh Imam Rafe’i dan Imam Nawawi. Namun jika waktunya cukup untuk suci dari haidh, maka darah tersebut bukan darah haidh. Al-Mawardi berkata: Jika waktunya maju sehari atau dua hari, masih dikira darah haidh, Jika lebih dari itu, bukan darah haidh. Ad-Darimi berkata: Tidak mengapa andaikata kurang satu bulan atau dua bulan. Wallahu-a’lam.

Ringkasan Mafhum kebiasaan  masa suci dari haidh ke haidh:

  1. Masa haidh yang umum adalah 6 atau 7 hari, jadi bila itu yang terjadi, maka lamanya masa suci antara dua haidh adalah 24 atau 23 hari.
  2. Masa haidh yang paling sedikit menurut Penelitian Syafi’i, begitu juga menurut pendapat Hambali adalah sehari semalam. Jadi bila terjadi seperti ini, tetntu lamanya masa suci anatra haidh ke haidh adalah 28 atau 29 hari, karena penaggalan Al-qomariyah bisa 29 hari bisa juga 30 hari. Namun demikan tentunya boleh jadi kurang dari 28 hari sudah haidh lagi, akan tetapi jika terjadi seperti ini maka dikembalika pada ciri-ciri darah haidh, yaitu terasa hangat atau panas ketika keluarnya darah, dan darahnya juga kehitam-hitaman. Jadi jika tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut, maka darah yang keluar itu dinamakan darah Istihadhoh.
    Di sini saya tidak menafikan bahwa ada perbedanan pendapat tentang batas minimal masa haidh. Menurut Iamam Hanafi sebagaimana yang saya baca dalam kitab Fiqih Empat Madzhab Rahmatul-Ummah fikhtilafil-a-immah. Karya Syaikh Al-‘alamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi. Bahwa beliau berpendapat: “Batas minmal haidh adalah tiga hari”.
    Pendapat Imam Malik : “Tidak ada batas minimalnya, bisa saja satu jam, dan batas maksimalnya adalah 15 hari”.
    Imam Hambali berpendapat: “Paling sedikit masa suci di antara dua haidh adalah 13 hari.
    Imam Malik berpendapat : “Kami tidak mengetahui waktu suci yang pasti di antara dua haidh.
    Diriwayatkan dari sebagian shahabat Maliki, bahwa masa minimalnya adalah 10 hari.
  1. Masa haidh yang paling lama menurut Penelitian Syafi’i, begitu juga menurut pendapat Hambali adalah 15 hari 15 malam. Ada perbedaan dengan pendapat Imam Hanafi, menurut beliu Imam Hanafi maksimal masa haidh itu 10 hari.

Jika kita berpendapat mengikuti pendapat Syafi’i, kemudian terjadi haidh sampai dengan batas maksimal yakni 15 hari, maka tentu lama masa suci dari haidh ke haidh adalah 15 hari juga.

Imam Hanafi juga berpendapat : “Masa suci paling sedikit di antara dua haidh adalah 15 hari”. Jadi sekalipun beliau Imam Hanafi berpendapat maksimal masa haidh itu 10 hari tapi beliau berpendapat bahwa batas minimal masa suci di antara dua haidh adalah 15 hari. Wallahu ‘alam.

Demikian ulasan : Jarak masa suci antara dua haid (Menurut Fiqih) Kutipan dari Haidhun Nisaa Ulasan ini masih bersambung pada: Menjaga Sholat bagi Wanita Haidh, Nifas dan Istihadhoh Semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua.Terimakasih