Fardhunya Mandi Besar-Fiqih Fathul Qorib Madzhab Syafi’i

Posted on

Fardhunya Mandi Besar-Fiqih Fathul Qorib Madzhab Syafi’i  – Pada Kesempatan ini Duta Dakwah  Akan Menuliskan Lanjutan Masalah-masalah Penting Bagian kesepuluh dikutip dari Buku “HAIDHUN NISAA” Karya M. ASMAWI, ZA. Ini adalah lanjutan dari bagian kesembilan ulasan tentang Masalah Penyebab Mandi Wajib Dan Penjelasannya (Lengkap Menurut Fiqih .

Fardhunya Mandi Besar-Fiqih Fathul Qorib Madzhab Syafi’i

Untuk lebih jelasnya sebaiknya silahkan baca Ulasan  Duta Dakwah dibawah ini dengan Seksama.

Fardhu-Fardhunya Mandi Besar

Dalam Fiqih As-Syfi’iyah Kitab “Fathul-Qorib tertulis” :

فَصْلٌ) وَالْفَرَائِضُ الْغُسْلِ ثَلَاثَةُ اَشْيَاءَ) اَحَدُهَا(النِيَةُ) فَيَنْوِى الْجُنُبُ رَفْعَ الْجِنَابَةِ اَوِالْحَدَثِ الْاَكْبَرِ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَتَنْوِى الْحَائِضُ اَوِالنِّفَاسُ رَفْعَ الْحَدَثِ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ)

P a s a l : Menerangkan bahwa fardhunya mandi itu ada tiga perkara, yaitu Pertama: Niat, Dalam hal ini, maka bagi orang yang junub harus niat menghilangkan janabat atau hadats besar dan yang serupa dengan itu. Bagi orang Haidh atau Nifas, maka hendaklah niat menghilangkan hadats (kotoran) Haidh atau Nifas.

وَتَكُوْنُ النِّيَةُ مَقْرُوْنَةً بِاَوَّلِ الْفَرْضِ وَهُوَ اَوَّلُ مَا يُغْسَلُ مِنْ اَعْلَى الْبَدَنِ اَوْ اَسْفَلِهِ فَلَوْ نَوَى بَعْدَ غُسْلِ جُزْءٍ وَجَبَ اِعَادَتُهُ

Niat tersebut harus dibaca berbarengan dengan permulaan fardhu, yaitu permulaan sesuatu yang dibasuh dari arah bagian atas badan atau bagian arah bawahnya. Seandainya orang itu niat sesudah membasuh sebagian (anggauta badan) maka wajib mengulang pembasuhan sebagian anggauta badan tersebut.

Melafdzkan niat bagi madzhab Syafi’i hukumnya sunnah, dan ini di antara contoh-cotoh untuk melafadzkan niat ;

Niat mandi junub:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞ نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْجِنَابَةِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنْ جَمِيْعِ الْبَدَنِ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى

Bismillahir-rohmaanir-rohiim, “Nawaitul-ghusla li rof’il-hadtsil-jinabati, Al-hadtsil-akbari ‘an jami’il-badani fardho lillahi ta’ala”.

Artinya: “Dengan Menyebut Nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”, “Saya niat mandi untuk menghilangkan hadats jinabah, yaitu hadats yang paling besar dari seluruh badan fardhu karena Allah Ta’ala”.

Niat mandi Haidh:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞  نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْحَيْضِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنْ جَمِيْعِ الْبَدَنِ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى

Bismillahir-rohmaanir-rohiim, Nawaitul-ghusla li rof’il-hadtsil-haidhi, Al-hadtsil-akbari ‘an jami’il-badani fardho lillahi ta’ala”.

Artinya: “Dengan Menyebut Nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”, “Saya niat mandi untuk menghilangkan hadats Haidh, yaitu hadats yang paling besar dari seluruh badan fardhu karena Allah Ta’ala”. Atau :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞  نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْحَيْضِ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى

Bismillahir-rohmaanir-rohiim, Nawaitul-ghusla li rof’il-hadtsil-haidhi, fardho lillahi ta’ala”.  Atau :

 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞   نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنْ جَمِيْعِ الْبَدَنِ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى

Nawaitul-ghusla li rof’il- hadtsil-akbari ‘an jami’il-badani fardho lillahi ta’ala”.

Niat mandi Nifas:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞   نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْنِّفَاسِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنْ جَمِيْعِ الْبَدَنِ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى

Bismillahir-rohmaanir-rohiim,Nawaitul-ghusla li rof’il-hadtsin-Nifasi, Al-hadtsil-akbari ‘an jami’il-badani fardho lillahi ta’ala”.

Artinya: “Dengan Menyebut Nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”, “Saya niat mandi untuk menghilangkan hadats Nifas, yaitu hadats yang paling besar dari seluruh badan fardhu karena Allah Ta’ala”.  Atau :

بسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞   نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْنِّفَاسِ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى

Bismillahir-rohmaanir-rohiim, Nawaitul-ghusla li rof’il-hadtsin-Nifasi, fardho lillahi ta’ala”.  Atau :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞   نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنْ جَمِيْعِ الْبَدَنِ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى

Nawaitul-ghusla li rof’il- hadtsil-akbari ‘an jami’il-badani fardho lillahi ta’ala”.

Dan yang semakna dengan lafadz tersebut. Dan Boleh melafadzkan niat dengan menggunakan bahasa daerah.

Niat Mandi Wiladah:

 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞   نَوَيْتُ الْغُسْلَ مِنَ الْوِلَادَةِ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنْ جَمِيْعِ الْبَدَنِ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى

Bismillahir-rohmaanir-rohiim, Nawaitul-ghusla minal-Wiladati li rof’il- hadtsil-akbari ‘an jami’il-badani fardho lillahi ta’ala”.

Artinya: “Dengan Menyebut Nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”, “Saya niat mandi habis dari melahirkan untuk menghi-langkan hadats yang paling besar dari seluruh badan fardhu karena Allah Ta’ala”.

Niat tersebut di atas boleh diucapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau dengan bahasa daerah masing-masing.

وَاِزَالَةُ النَّجَاسَةِ اِنْ كَانَتْ عَلَى بَدَنِهِ) اَيِ الْمُغْتَسِلِ وَهَذَا مَارَجَحَهُ الرَّافِعِيُّ وَعَلَيْهِ فَلَا يَكْفِى غَسْلَةٌ وَاحِدَةٌ عَنِ الْحَدَثِ وَالنَّجَاسَةِ، وَرَجَّحَ النَّوَوَيُّ الْاِكْتِفَاءَ بِغَسْلَةٍ وَاحِدَةٍ عَنْهُمَا وَمَحَلُهُ اِذَاكَانَتْ النَّجَاسَةُ حُكْمِيَّةً اَمَّا اِذَا كَانَتْ عَيْنِيَّةً وَجَبَ غَسْلَتَانِ عَنْهُمَا

Ke-dua: Menghilangkan najis, jika memang pada badan orang yang mandi itu terdapat najis. Dan keterangan inilah yang di anggap kuat oleh Imam Syafi’i. Oleh karena itu maka tidaklah cukup mandi satu (atau pembasuhan satu) untuk menghilang kan hadats dan najis. Imam Nawawi berpegang teguh pada pendapatnya bahwa mandi satu (pembasuhan satu) itu dapat dipergunakan untuk menghilangkan keduanya yaitu hadats dan najis dengan dasar apabila najis tersebut berupa najis hukmiyah.  Sedangkan bila najis itu ‘ainiyyah (dapat dilihat mata) maka wajib menggunakan dua pembasuhan dari hadats dan najis.

وَاِيْصَالُ الْمَاءِ اِلَى جَمِيْعِ الشَّعَرِ وَالْبَشَرَةِ) وَفِى بَعْضِ نُسَخِ بَدَلَ جَمِيْعِ اُصُوْلٍ وَلَافَرْقَ بَيْنَ شَعْرِ الرَّأْسِ وَغَيْرِهِ وَلَابَيْنَ الْخَفِيْفِ مِنْهُ وَالْكَثِيْفِ.  وَالشَّعْرُ الْمَضْفُوْرُ اِنْ لَمْ يَصِلِ الْمَاءُ اِلَى بَاطِنِهِ اِلَّابِالنَّقْضِ وَجَبَ نَقْضُهُ وَالْمُرَادَ بِالْبَشَرَةِ ظَاهِرُ الْجِلْدِ

Ke-tiga: meratakan air ke seluruh rambut dan kulit (seluruh badan). Menurut sebagian keterangan, bahwa lafadz “Jami’usy Sya’ri Wal Basyarati” itu menjadi gantinya lafadz “Jami’u- Ushuli”. Dan tidak ada perbedaan antara rambut kepala dan rambut lainnya, demikian juga antara rambut yang jarang-jarang dan yang tebal. Rambut yang dikonde (gelung, bhs. Jawa) jika air tidak dapat sampai ke dalamnya kecuali dengan dilepas ikatannya, maka melepas ikatannya itu adalah wajib. Adapun yang dikehendaki dengan tembus sampai kulit yaitu bagian lahir kulit itu.

وَيَجِبُ غَسْلُ مَاظَهَرَمِنْ صِمَاخَيْ اُذُنَيْهِ وَمِنْ اَنْفٍ مَجْذُوْعٍ وَمِنْ شُقُوْقِ بَدَنٍ،  وَيَجِبُ اِيْصَالُ الْمَاءِ اِلَى مَاتَحْتَ الْقَلْفَةِ مِنَ الْاَقْلَفِ وَاِلَى مَايَبْدُو مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ عِنْدَ قُعُوْدِهَا لِقَضَاءِ حَاجَتِهَا *. وَمِمَّا يَجِبُ غَسْلُهُ الْمَسْرَبَةُ لِاَنَّهَا تَظْهُرُ فِىْ وَقْتِ قَضَاءِ الْحَاجَةِ فَتَصِيْرُ مِنْ ظَاهِرِ الْبَدَنِ

Wajib membasuh sesuatu yang tampak kelihatan ada pada dua telinga, hidung yang grumpung dan retak-retak pada badan. Wajib menyampaikan air ke bagian bawah penis dzakar yang kalub (bhs. Jawa) dan bagian-bagian farji wanita yang tampak di waktu duduk karena sedang mendatangi hajatnya. Termasuk juga ke dalam perkara yang wajib membasuh yaitu ujung usus (Bol, bhs. Jawa) karena ia tampak kelihatan ketika orang sedang mendatangi hajat, sehingga ia termasuk menjadi bagian badan yang kelihatan.

Pengertian Ujung Usus

Keterangan: Pengertian ujung usus (Dubur) harus dibasuh sebagaimana uraian di atas itu adalah seseorang yang mempunyai penyakit semacam ambeyen yang Bolnya kelihatan keluar dan duburnya di waktu sedang hajat besar (berak), maka Dubur yang seperti inilah yang wajib dibasuh. Jika seandainya tidak kelihatan di waktu hajat maka tidak wajib dibasuh

Demikian ulasan : Fardhunya Mandi Besar-Fiqih Fathul Qorib Madzhab Syafi’i  (Kutipan dari Haidhun Nisaa) Ulasan ini masih bersambung pada: Sunnahnya Mandi Besar-Fiqih Madzhab Syafi’i  Semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua.Terimakasih.