Haram Sebab Hadats Kecil Dilengkapi Dalilnya (Menurut Fiqih)

Posted on

Haram Sebab Hadats Kecil Dilengkapi Dalilnya (Menurut Fiqih)  – Pada Kesempatan ini Duta Dakwah Akan Menuliskan Lanjutan Masalah-masalah Penting Seputar Wanita Bagian kedelapan dikutip dari Kitab “HAIDHUN NISAA” Karya M. ASMAWI, ZA. Ini adalah lanjutan dari bagian ketujuh ulasan tentang Masalah Yang Diharamkan Sebab Junub.

Haram Sebab Hadats Kecil Dilengkapi Dalilnya (Menurut Fiqih)

Untuk lebih jelasnya sebaiknya silahkan baca Ulasan  Duta Dakwah dibawah ini dengan Seksama.

Hukum Yang Berhadats Kecil

  وَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْدِثِ)حَدَثًا اَصْغَرًا  (ثَلَاثَةُ) اَشْيَاءَ (الصَلَاةُ وَالطَّوَافُ وَمَسُ الْمُصْحَفِ وَحَمْلُهُ) وَكَذَا خَرِيْطَةٌ وَصُنْدُوْقٌ فِيْهِمَا مُصْحَفٌ)

Haram bagi orang yang berhadats kecil melakukan 3 perkara. Yaitu Shalat, Thawaf, menyentuh Mush-haf dan atau membawanya. Demikian juga haram menyentuh bungkus dan peti yang di dalamnya terdapat Mushhaf.

Membawa Mushaf Yang bercampur dengan Tafsir

 وَيَحِلُ حَمْلُهُ فِي اَمْتِعَةٍ وَفِي تَفْسِيْرٍ اَكْثَرَ مِنَ الْقُرْأَنِ وَفِي دَرَاهِمَ وَدَنَانِيْرَ وَخَوَاتِمَ نُقِشَ عَلَى كُلِّ مِنْهَا قَرْأَنٌ. وَلَايُمْنَعُ الْمُمَيِّزُ الْمُحْدِثُ مِنْ مَسِ مُصْحَفٍ وَلَوْحٍ لِدَرَاسَةٍ وَتَعَلُّمِ قُرْأَنٍ

Halal (boleh,) membawa Mush-haf beserta harta dan Tafsir yang lebih banyak dari pada Al-Qur’annya, demikian juga beserta beberapa dirham, dinar dan beberapa cincin yang sudah dicap masing-masingnya dengan tulisan A1-Qur’an. Tidak dilarang bagi anak kecil yang sedang berhadats, memegang Mush-haf, sabak yang ada tulisannya A1-Qur’an untuk ke perluan belajar atau mempelajari Al-Qur’an.

Di antara saudara kita ummat muslim ada yang berpendapat bahwa al-qur’an itu tulisan manusia, cetakan mesin kenapa mesti harus punya wudhu untuk memegangnya…? ia memaknai firman Allah ( لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ ) “tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”

Menurut mereka yang dimaksud dengan “yang disucikan” artinya adalah ummat islam, jadi bagi mereka yang memaknai seperti ini, maka mereka bebas pagang al-qur’an tanpa wudhu, bukan hanya tanpa wudhu, dalam keadaan sedang hadats besar sekalipun bagi mereka halal pegang al-quran, bahkan sekali waktu saya pernah mendengar kawan saya menyapaikan pengalamannya melihat saudara muslim yang meletakkan “Al-Qur’an” di atas telapak kaki tanpa wudhu kemudian ia membacanya, tentang kebenarannya cerita ini saya tidak tahu, wallahu a’lam.

Yang berhadats kecil haram sholat

Untuk lebih mempertegas tentang haram sebab hadats kecil ini saya tambahkan keterangan berikut:

Pertama: Yang berhadats kecil haram sholat. Tertulis dalam Kifayatul-Akhyar

تَحْرُمُ الصَّلَاةُ ذَاتُ الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ عَلَى الْمُحْدِثِ بِالْإِجْمَاعِ، وَسُجُوْدُ الشُّكْرِ وَالتِّلَاوَةِ كَالصَّلَاةِ، وَكَذا صَلَاةُ الْجَنَازَةِ وَفِي الْحَدِيْثِ : “لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُوْرٍ وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ، وَالْغُلُوْلُ بِضَمِّ الْغَيْنٍ الْمُعْجَمَةِ الْحَرَامُ قَالَ التِرْمِذِيُّ: وَهَذَا أَصَحُّ شَيْءٍ فِيْ الْبَابِ وَأَحْسَنُ

Haramnya sholat yang mempunyai ruku’ dan sujud ini dalilnya ialah dalil Ijma’. Sujud tilawah dan sujud  syukur itu sama dengan sholat. Demikia juga sholat jenazah. Di dalam sebuah hadits disebutkan : “Allah tidak menerima sholat seseorang tanpa bersuci, dan tidak menerima sedekah dari barang haram” Kalimat “ غُلُول ” dibaca dhommah huruf “ghain” yang bertitik artinya adalah “Haram”. Imam al-Tirmidzi berkata: “Hadits ini adalah hasan yang lebih shahih dan lebih bagus dalam masalah ini. (ya’ni haramnya sholat tanpa bersuci).

Haramnya Thawaf

Kedua: Mengenai haramnya Thawaf:  وَأَمَّا تَحْرِيْمُ الطًّوَافِ فَلِقَوْلِهِ ﷺ، “الطَّوَّافُ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ” Thawaf di Baitullah itui adalah sholat” hal ini sudah dijelaskan di muka.

Haramnya Memegang Al-qur’an

Ketiga: Haramnya memegang Al-qur’an: firman Allah : (لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ، الواقعة : 79) “tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”

وَالْقُرْآنُ لَا يَصِحُ مَسُّهُ: فَعُلِمَ بِالضَّرُوْرَةِ أَنَّ الْمُرَادَ الْكِتَابَ وَهُوَ أَقْرَبُ مَذْكُوْرٌ وَعَوْدُهُ إِلَى اللَّوْحِ الْمَحْفُوْظِ مَمْنُوْعٌ لِأَنَّهُ غَيْرُ مُنْزَلٍ، وَلَا يُمْكِنُ أَنْ يُرَادَ بِالْمُطَهِّرِيْنَ الْمَــــــلَائِكَةِ،  لِأَنَّهُ نَفْىٌ وَأَثْبَتُ وَالسَّمَاءُ لَيْسَ فِيْهَا غَيْرُ مُطَهِّرٍ فَعُلِمَ أَنَّهُ أَرَادَ الآدَمِيِيْنَ، وَكَتَبَ النَّبِيُّ ﷺ كِتَابًا إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ وَفِيْهِ “لَّا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ” رَوَاهُ اِبْنُ حِبَّانَ فِيْ صَحِيْحِهِ. وَقَالَ الْحَاكِمُ: إِسْنَادُهُ عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحِ: وَيَحْرُمُ مَسُّ الصُّنْدُوْقِ وَالْخَرِيْطَةِ الَّتِيْ فِيْهِمَا الْمُصْحَفُ لِأَنَّهُمَا مَنْسُوْبَانِ إِلَيْهِ، وَالْعَلَاقَةُ كَالْخَرِيْطَةِ إِنْ قَصَدَ بِذَلِكَ حَمْلَ الْمُصْحَفِ وَإِنْ لَمْ يَقْصُدْهُ بَلْ قَصَدَ حَمْلَ الصُّنْدُوْقِ أَوِ الْخَرِيْطَةِ أَوْ قَصَدَ مَسَّهُمَا فَلَا. صَحَحَهُ النَّوَوِيُّ

وَلَوْ لَفَّ  كَمَهُ عَلَى يَدِهِ وَقَلَبَ الأَوْرَاقَ بِهَا حَرَمَ، قَطَعَ بِهِ الْجُمْهُوْرُ لِأَنَّ الْكَمَّ مُتَصِلٌ بِهِ، وَلَهُ حُكْمُ أَجْزَائِهِ كَمَا فِي السُّجُوْدِ عَلَى ذَلِكَ . وَأَمَّا تَحْرِيْمُ الْحَمْلِ فَلِأَنَّهُ أَفْحَشُ مِنَ الْمَسِّ نَعَمْ لَوْ خَافَ عَلَيْهِ مِنْ غَرَقٍ أَوْ حَرَقٍ أَوْ نَجَاسَةٍ أَوْ كَافِرٍ وَلَمْ يَتَمَكَّنْ مِنَ الطَّهَارَةِ وَالتَّيَمُمِ أَخَذَهُ مَعَ الْحَدَثِ لِلضَّرُوْرَةِ،  فَالْأَخَذُ وَالْحَالَةُ هَذِهِ وَاجِبٌ. قَالَهُ النَّوَوِيُ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَالتَّحْقِيْقِ. والله اعلم

Kalau Al-quran diartikan Kalamullah Al-Azaliy, tidak mungkin ada kata-kata “menyentuh”. Jadi boleh dipastikan yang dimaksudkan di dalam ayat ini ialah kitab Alquran. Lafadz kitab itu lebih dekat untuk kembalinya dhamir (ganti nama) hu (pada lafaz “Laa yamassuhuu”).

Kembali dhamir hu tersebut kepada “Al-Lauhul Mahfuzh” tidak dapat diterima. Karena Al-Lauhul Mahluzh tidak diturunkan. Dan tidak mungkin kata “Al-Muthahharuun” itu yang dimaksudkan ialah malaikat. Karena kalimah “Laa yamassuhuu ilal-muthahharuun” ini kalimah yang mengandung nafi dan itsbat. Sedangkan di atas langit, tidak ada yang menempatinya kecuali malaikat-malaikat yang suci. Jadi jelas, bahwa yang dimaksud dengan kalimat “Al-Muthahharuun” di atas ialah anak Adam atau manusia.

Nabi Muhammad s.a.w. pernah berkirim surat kepada penduduk Yaman. Di dalam surat Nabi itu ada tertulis kalimat: “Tidak boleh menyentuh Alquran kecuali orang yang suci.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitab Shahihnya. Al-Hakim berkata Isnadnya Hadis ini menggunakan syaratnya Hadis shahih.

Haram hukumnya menyentuh peti atau kotak atau kantong yang berisi mushhaf, sebab peti dan kantong itu dinisbatkan pada mushhaf itu.

Talinya kantong sama dengan kantongnya, jika orang itu berniat membawa mushhaf dengan tali itu. Akan tetapi jika dia tidak berniat membawa mushhaf, dan dia berniat hendak membawa peti atau kantong, atau berniat menyentuh peti atau kantong itu, hukumnya tidak haram. Demikian keterangan yang telah ditashhih oleh Imam Nawawi.

Andaikata orang itu melipatkan lengan bajunya pada tangannya, lalu dia membolak-balikkan kertas mush-hafnya dengan tangannya itu, haram hukumnya. Demikian apa yang telah dipastikan oleh Jumhur Ulama. Sebab lengan baju yang melilit pada tangannya itu langsung bersentuhan dengan mushhaf.

Sedangkan lengan baju itu secara hukum masih termasuk sebagian orang itu, seperti yang telah ditetapkan di dalam bab sujud mengenai lengan baju.

Adapun haramnya membawa mushhaf, karena membawa itu melebihi kesannya dari menyentuh. Walaupun demikian, jika andaikata orang itu mengkhawatirkan pada mushhaf itu, khawatir kalau tenggelam, atau khawatir terbakar, atau khawatir diambil oleh orang kafir, sedangkan dia tidak sempat bersuci atau tayamum, boleh dia mengambil mushhaf dalam keadaan hadats karena alasan dhorurat. Dan mengambil mushhaf dalam situasi seperti ini hukumnya wajib.

Demikianm kata Imam Nawawi di dalam Syarah “Al-Muhadzdzab” dan kitab “At-Tahqiq”. Wallahua’lam.

Demikian ulasan : Haram Sebab Hadats Kecil Dilengkapi Dalilnya (Menurut Fiqih) (Kutipan dari Haidhun Nisaa) Ulasan ini masih bersambung pada: Fasal tentang yang menyebabkan wajib mandi besar  Semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua.Terimakasih