Fiqih Sholat Tarawih 20 Rakaat

Fiqih Sholat Tarawih 20 Rakaat

Sholat tarawih adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat istimewa di bulan Ramadan. Ia hanya bisa dikerjakan setahun sekali, pada malam-malam bulan suci, sehingga kehadirannya selalu ditunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Salah satu pembahasan klasik yang sering muncul adalah mengenai jumlah rakaat tarawih: apakah delapan rakaat atau dua puluh rakaat? Artikel ini akan secara khusus membahas fiqih sholat tarawih dengan jumlah dua puluh rakaat, pandangan ulama, serta hikmah di baliknya.

Sejarah Sholat Tarawih

Sholat tarawih pertama kali dikerjakan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Dalam riwayat sahih disebutkan bahwa beliau melaksanakan sholat malam Ramadan berjamaah hanya beberapa kali, kemudian menghentikannya karena khawatir dianggap wajib oleh umat. Setelah itu, tarawih dikerjakan secara individu di rumah masing-masing.

Pada masa khalifah Umar bin Khattab, beliau melihat umat Islam melaksanakan tarawih sendiri-sendiri di masjid. Umar kemudian mengumpulkan mereka di bawah satu imam, yaitu Ubay bin Ka‘ab, untuk melaksanakan tarawih berjamaah dengan jumlah rakaat tertentu. Sejak saat itu, sholat tarawih berjamaah menjadi tradisi yang terus dilestarikan.

Dalil Anjuran Sholat Malam Ramadan

Dasar sholat tarawih terdapat dalam sabda Nabi ﷺ:

“Barangsiapa melaksanakan qiyam Ramadan dengan penuh iman dan mengharap ridha Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini tidak menyebutkan jumlah rakaat tertentu. Karena itu, para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah rakaat tarawih, berdasarkan praktik para sahabat dan generasi awal Islam.

Dalil Trawih 20 Rokaat

عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُمَّانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِىْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِثَلَاثِ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً.( رواه الامام مالك فى الموطأ).

“Dari Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan : Orang-orang mengerjakan (salat Tarawih) pada zaman Umar bin Khathbab sebanyak 23 rakaat”. (HR Imam Malik, dalam kitab al-Muwatha, Juz I hlm. 138)

Hadist riwayat al-Baihaqi dari sahabat saib bin Yazid dalam kitab Al-Hawy li Al Fatawa li As Suyuthy, Juz I hlm. 350, juga kitab fath al-wahhab Juz I, hlm. 58.

وَمَذْهَبُنَا اَنَّ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً لِمَا رَوَى اْلبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ باِلْاِسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ للهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نَقُوْمُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ _ هَكَذَا ذَكَرَهُ اْلمُصَنِّفِ وَاسْتُدِلَّ بِهِ.

Madzbab kita (Syafi’iyah) menyatakan : salat Taawih itu dijalankan 20 rakaat. Ini berdasarkan pada hadist nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi dengan sanad shabih, dari Saib bin Yasid, ia mengatakan : kita mengerjakan salat Tarawih pada masa Umar bin Khathhab dengan 20 akaat ditambah Witir.

Sholat Tarawih 20 Rakaat dalam Riwayat Sahabat

Praktik tarawih 20 rakaat memiliki landasan dari para sahabat:

  1. Riwayat Umar bin Khattab
    Dalam kitab Muwaththa’ Imam Malik disebutkan bahwa Umar mengumpulkan kaum Muslimin untuk sholat tarawih berjamaah dengan 20 rakaat.
  2. Riwayat Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
    Kedua khalifah ini juga melanjutkan tradisi Umar dalam menetapkan 20 rakaat sebagai jumlah sholat tarawih.
  3. Ijma’ sahabat
    Mayoritas sahabat di masa Khulafaur Rasyidin dan generasi setelahnya melaksanakan 20 rakaat, sehingga pendapat ini menjadi kuat dalam literatur fiqih.

Pandangan Empat Mazhab tentang 20 Rakaat

  1. Mazhab Hanafi
    Dalam mazhab Hanafi, sholat tarawih dikerjakan 20 rakaat. Ini dianggap sebagai kesepakatan para sahabat dan menjadi amalan turun-temurun.
  2. Mazhab Maliki
    Ulama Maliki berpendapat bahwa tarawih terdiri dari 36 rakaat di Madinah. Jumlah ini dipahami sebagai pengganti thawaf di Ka‘bah yang biasa dilakukan di Makkah. Namun, mereka juga mengakui 20 rakaat sebagaimana praktik Umar.
  3. Mazhab Syafi’i
    Dalam mazhab Syafi’i, sholat tarawih yang dianjurkan adalah 20 rakaat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab. Pendapat ini sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia.
  4. Mazhab Hanbali
    Mayoritas ulama Hanbali juga berpendapat bahwa tarawih adalah 20 rakaat, meskipun sebagian ulama mereka memperbolehkan jumlah yang lebih banyak.

Dari keempat mazhab besar, terlihat bahwa 20 rakaat adalah jumlah yang paling banyak diamalkan. Karena itu, tradisi tarawih 20 rakaat sangat kuat dalam sejarah fiqih Islam.

Perbedaan dengan 8 Rakaat

Sementara itu, sebagian ulama berpendapat bahwa tarawih cukup 8 rakaat, berdasarkan hadis riwayat Aisyah ra. yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ tidak pernah menambah sholat malam Ramadan atau di luar Ramadan lebih dari 11 rakaat.

Namun, ulama yang mendukung 20 rakaat menjelaskan bahwa hadis tersebut berbicara tentang qiyamullail pribadi Nabi, bukan tentang tarawih berjamaah yang kemudian dilembagakan oleh Umar. Dengan kata lain, jumlah 8 rakaat tidak membatalkan atau menolak 20 rakaat, karena keduanya sama-sama berdasar pada ijtihad yang kuat.

Tata Cara Sholat Tarawih 20 Rakaat

Sholat tarawih 20 rakaat biasanya dikerjakan dengan cara:

  • Dilaksanakan berjamaah di masjid setelah sholat Isya.
  • Dikerjakan dua rakaat sekali salam.
  • Jumlah 20 rakaat biasanya dibagi menjadi 10 salam (2 rakaat × 10).
  • Setelah tarawih, ditutup dengan sholat witir 3 rakaat.

Ada masjid yang melaksanakan dengan cepat, ada pula yang panjang dengan bacaan surat-surat yang lebih lama. Keduanya diperbolehkan selama sesuai dengan tata cara sholat yang sah.

Hikmah Sholat Tarawih 20 Rakaat

Melaksanakan tarawih 20 rakaat bukan hanya soal fiqih, tapi juga memiliki hikmah mendalam:

  1. Menghidupkan malam Ramadan
    Dengan jumlah rakaat lebih banyak, malam Ramadan menjadi lebih semarak dengan ibadah.
  2. Melatih kesabaran dan ketekunan
    Membiasakan diri sholat panjang melatih kesungguhan dalam beribadah.
  3. Mengikuti jejak sahabat
    Dengan 20 rakaat, kita meneladani praktik sahabat Nabi, khususnya Umar bin Khattab.
  4. Mendapat pahala lebih besar
    Semakin banyak rakaat, semakin banyak pula sujud dan pahala yang didapat.
  5. Meningkatkan ukhuwah
    Sholat berjamaah panjang di bulan Ramadan mempererat persaudaraan sesama Muslim.

Perbedaan Bukan untuk Diperdebatkan

Perbedaan jumlah rakaat tarawih sering kali menjadi bahan perdebatan. Padahal, keduanya sama-sama memiliki dasar. Ulama sepakat bahwa tarawih adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), baik 8 rakaat maupun 20 rakaat.

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menegaskan bahwa perbedaan jumlah rakaat tidak boleh dijadikan alasan untuk saling menyalahkan. Yang paling penting adalah menghidupkan malam Ramadan dengan qiyamullail secara ikhlas.

Praktik di Dunia Islam

  • Makkah dan Madinah: biasanya melaksanakan 20 rakaat tarawih di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, kemudian ditambah witir 3 rakaat.
  • Mesir, Turki, India, Indonesia: mayoritas masjid melaksanakan 20 rakaat.
  • Beberapa negara lain: ada yang memilih 8 rakaat sesuai pemahaman mereka.

Perbedaan ini menunjukkan kekayaan tradisi dalam Islam, yang tetap berakar pada semangat ibadah kepada Allah.

Kesimpulan

Fiqih sholat tarawih 20 rakaat memiliki dasar kuat dalam praktik para sahabat dan ijma’ ulama. Empat mazhab besar, terutama Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali, sepakat bahwa 20 rakaat adalah jumlah yang dianjurkan. Tradisi ini telah berlangsung sejak masa Umar bin Khattab hingga hari ini.

Meski demikian, sholat tarawih bukanlah soal angka semata, melainkan soal keikhlasan dalam beribadah di bulan Ramadan. Baik 8 rakaat maupun 20 rakaat, keduanya sah dan berpahala. Yang terpenting adalah menjaga kualitas sholat, memperbanyak doa, serta menghidupkan malam Ramadan dengan penuh iman.

Dengan memahami fiqih tarawih 20 rakaat, kita dapat lebih menghargai warisan sahabat, memperdalam ibadah, dan menumbuhkan toleransi dalam perbedaan.