Puasa Kifarat : Pengertian dan Tata Cara Membayarnya

Posted on

Puasa Kifarat : Pengertian dan Tata Cara Membayarnya – Pada kesempatan kali ini Dutadakwah akan membahas mengenai puasa kifarat yang mencakup pengertian, dan tata caranya. Untuk mengetahuinya langsung saja kita simak penjelasannya sebagai berikut:

Puasa Kifarat : Pengertian dan Tata Cara Membayarnya

Setiap orang yang telah melakukan kesalahan yang fatal di bulan puasa sedangkan dia berpuasa, maka tentu ada konsekwensinya. Oleh karenanya dalam syari’at disebut ada kifaratnya.

Pengertian Puasa Kafarat

Puasa kafarat merupakan puasa yang wajib selain dari puasa Ramadhan. Puasa ini adalah puasa yang diperuntukkan untuk menebus dosa karena perbuatannya yang melanggar langgar yang diharamkan oleh Allah SWT. Adapun beberapa hal yang menyebabkan seseorang berkewajiban melaksanakan puasa kafarat diantaranya adalah

1. Bersetubuh Siang Hari Pada Bulan Ramadhan

Orang yang bersebadan di siang hari pada bulan puasa atau bulan ramadhan, maka berkewajiban menggantikan puasanya, puasa satu hari dan puasa kafarat sebagai penebus dari perbuatannya yakni selama dua bulan berturut-turut.

Ketentuan haditsnya

Ketentuan ini sebagaimana diterangkan  dalam sebuah Hadits sebagai berikut:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلَكْتُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ. قَالَ: وَمَا أَهْلَكَكَ ؟ قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى اِمْرَأَتِي فِي رَمَضَانَ، فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ مَا تَعْتِقُ رَقَبَةً؟ قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟ قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا؟ قَالَ: لَا, ثُمَّ جَلَسَ, فَأُتِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ. فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا , فَقَالَ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا؟ فَمَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا, فَضَحِكَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ:اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ ) رَوَاهُ اَلسَّبْعَةُ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Artinya: Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata; Ada seorang laki-laki menghadap kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, lalu ia berkata: Wahai Rasulullah, aku telah rusak celaka. Beliau bertanya; “Apa yang merusakkanmu?” Ia menjawab; Aku telah mensetubuhi istriku di siang hari bulan Ramadhan. Beliau bertanya; “Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan budak?”

Ia menjawab; Tidak. Beliau Rasulullah bertanya; “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Ia menjawab; Tidak. Kemudian ia duduk, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memberinya sekeranjang kurma Beliau bersabda; “Bersedekahlah dengan ini.” Ia berkata; “Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada kami? Padahal antara dua batu hitam di Madinah tidak ada satu keluarga pun yang lebih memerlukannya daripada kami.

Maka tertawalah Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sampai terlihat gigi srinya, kemudian beliau bersabda: “Pergilah dan berilah makan keluargamu dengan kurma itu.”Hadits Riwayat Imam Tujuh dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

Dan dalam hadits lain yang artinya:

Dari Abu Hurairah ra bahwa ada seorang laki-laki bersebadan dengan istrinya pada siang hari di bulan Ramadhan, ia berkata kepada Rasulullah saw. Mengenai hal itu. maka bersabdalah beliau,”Apakah kamu mendapatkan seseorang budak perempuan?” Dia menjawab,”Tidak” Beliau bersabda”, Beliau bersabda,”Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?.” Dia menjawab,”Tidak” Beliau Bersabda,”Maka berilah makan enam puluh orang miskin.” (HR Muslim)

Dalam hadits lain diterangkan yang artinya:

“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata seseorang laki-laki datang menghadap Nabi Saw lalu ia berkata : Celakalah saya wahai Rasulullah. Nabi bertanya : Apa yang mencelakakan itu ? saya mencampuri istri saya pada bulan Ramadhan. Nabi bertanya : Adakah padamu sesuatu untuk memerdekakan budak ? Tidak, ujarnya. Nabi bertanya pula sanggupkah kamu berpuasa dua bulan terus-menerus ? Tidak, Ujarnya,

Nabi bertanya lagi : Apakah kamu mempunyai makanan untuk diberikan kepada 60 orang miskin ? Tidak ujarnya. Laki-laki itu pun duduk, kemudian dibawa orang kepada Nabi satu bakul besar berisi kurma. Sedekahkanlah kurma ini, sabda Nabi. Apakah kepada orang yang lebih miskin dari kami ? Tanya laki-laki itu. Karena di daerah yang terletak diantara tanah yang berbatu-batu hitam itu tidak ada suatu keluarga yang lebih membutuhkannya selain dari pada kami. Maka Nabi pun tertawa hingga kelihatan gerahamnya lalu beliau bersabda : Pergilah berikan kurma ini kepada keluargamu.” (HR. Jamaah)

2. Melanggar Larangan Ihram Haji dan Umrah

Orang yang melanggar larangan memotong kuku, mencukur rambut, meminyaki rambut, memakai pakaian yang berjahit, memakai wewangian dan bersetubuh sesudah tahalul pertama dan pada waktu ihram haji atau umrah maka dikenakan kafarat menyembelih seekor kambing. Namun jika tak mampu boleh diganti dengan puasa kafarat sebanyak tiga hari. Dan jika tidak mampu untuk beerpuasa maka dapat diganti dengan memberi makan enam puluh fakir miskin.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits

“Seseorang mengadu kepalanya sakit), Rasulullah saw bersabda,”Cukurlah kepalamu dan sembelihlah seekor kambing, atau berpuasalah tiga hari, atau bersedekah tiga sa’ untuk enam orang miskin.” (HR Ahmad dan Muslim)

Namun menurut jumhur ulama yang wajib untuk membayar kafarat adalah seorang laki-laki dan wanitanya jika keduanya sengaja melakukan hubungan badan dengan kemauan mereka sendiri dan bukan karena terpaksa. Tetapi jika keduanya dalam keadaan lupa atau terpaksa maka tidak wajib bagi mereka untuk membayar kafarat. Tetapi jika istri dipaksa oleh suaminya maka kafarat ini hanya wajib untuk suami tidak untuk istrinya.

Menurut Imam Syafi’i tidak wajib membayar kafarat bagi wanita baik dalam keadaan dipaksa atau kemauan sendiri dalam bersenggama. Namun dalam hal ini istri hanya wajib membayar puasa qadha saja. Adapun menurut Iman Nawawi yang wajib membayar kafarat hanya satu orang saja, yakni pihak suami sedangkan pihak istri tidak mengeluarkan kafarat yang disebabkan karena beresetubuh.

Tata Tertib Kafarat

Menurut para ulama kafarat hendaknya dilaksanakan menurut urutan dalam sebuah hadits yakni memerdekakan budak, jika tidak sanggup maka berpuasa selama 2 bulan berturut-turut, namun jika masih tak sanggup maka harus memberi makan sebanyak 60 orang miskin yang dapat diberikan kepada keluarganya.

Dalam hal ini tidak boleh memilih hal yang disukainya, kecuali jika tidak sanggup memenuhi hal yang sebelumnya.

Adapun menurut Mdzhab Maliki dan Ahmad, boleh memilih diantara yang paling kita sukai, sebagaimana dalam sebuah hadits

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رض قَالَ : اِنَّ رَجُلًا اَفْطَرَفِى رَمَظَانَ فَأَمَرَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ يُكَفِرَ بِعِتْقِ وَقَبَةٍ اَوْصِيَامِ شَهْرَ يْنِ مُتَتَابِعَيْنِ اَوْاِطْعَامِ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا

Pengertian Puasa Kafarat dan Tata Cara Membayarnya
Pengertian Puasa Kafarat dan Tata Cara Membayarnya

Artinya : “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Bahwa seorang laki-laki berbuka pada bulan Ramadhan, Maka Rasulullah Saw menyuruhnya membayar kafarat dengan memerdekakan seorang budak, atau berpuasa selama dua bulan terus-menerus atau memberi makan kepada 60 orang miskin.” (HR Muslim)

Demikianlah penjelasan mengenai Puasa Kifarat : Pengertian dan Tata Cara Membayarnya. Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan. Terimakasih 🙂