Menjaga Shalat Bagi Wanita Haid, Nifas dan Istihadoh

Posted on

Menjaga Shalat Bagi Wanita Haid, Nifas dan Istihadoh Di kesempatan ini Duta Dakwah Akan Menuliskan Lanjutan Masalah-masalah Penting Seputar Wanita Bagian keempat dikutip dari Kitab “HAIDHUN NISAA” Karya M. ASMAWI, ZA. Pembina Majlis Ta’lim Al-Istiqomah Simpang Pematang sekaligus sebagai Pengasuhnya. Untuk yang ini adalah bagian yang keempat stelah kami tulis di bagian ketiga yaitu mengulas tentang Jarak masa suci antara dua haid dan untuk kali ini adalah mengenai masalah Manjaga Sholat

Menjaga Shalat Bagi Wanita Haid, Nifas dan Istihadoh

Untuk lebih jelasnya sebaiknya silahkan baca Ulasan  Duta Dakwah dibawah ini dengan Seksama.

Cara Menjaga Sholat

  1. Cara menjaga sholat bagi wanita haidh. Menurut saya sudah cukup jelas uraian di atas namun untuk lebih diperjelas lagi maka saya membaca dalam Kitab “Ihya ‘Ulumuddin” Karya Imam Ghozali pada Kitab Adabu Nikah Bab ke III Bagian ketujuh, yang intinya adalah sebaik-baik wanita dalam menjaga sholat lima waktu, adalah sebagai berikut :
    كِتَابُ آدَابِ النِّكَاحِ Kitab Tata Kesopan Nikah

الْبَابُ الثَّالِثُ فِيْ آدَابِ الْمُعَاشَرَةِ وَمَا يَجْرِي فِيْ دَوَامِ النَّكاَحِ وَالنَّظْرِ فِيْمَا عَلَى الزَّوْجِ وَفِيْمَا عَلَى الزَّوْجَةِ

BAB III Mengenai Tata Kesopanan Pergaulan dan sesuatu yang berjalan dalam kelanggengan nikah, dan tinjauan terhadap sesuatu yang menjadi kewajiban suami dan istri.

السَّابِعُ أَنْ يَتَعَلَّمَ الْمُتَزَوِّجُ مِنْ عِلْمِ الْحَيْضِ وَأَحْكَامِهِ مَا يَحْتَرِزُ بِهِ الْاِحْتِرَازَ الْوَاجِبَ وَيُعَلِّمَ زَوْجَتَهُ أَحْكَامَ الصَّلَاةِ وَمَا يُقْضَى مِنْهَا فِيْ الْحَيْضِ وَمَا لَا يُقْضَى فَإِنَّهُ أُمِرَ بِأَنْ يَقِيَهَا النَّارَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى “قُوْا أَنْفَسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا” فَعَلَيْهِ أَنْ يُلَقِنَهَا اِعْتِقَادَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَيُزِيْلَ عَنْ قَلْبِهَا كُلَّ بِدْعَةٍ إِنِ اسْتَمَعَتْ إِلَيْهَا وَيُخَوِّفَهَا فِيْ اللهِ إِنْ تَسَاهَلَتْ فِيْ أَمْرِ الدِّيْنِ وَيُعَلِّمَهَا مِنْ أَحْكَامِ الْحَيْضِ وَالْاِسْتِحَاضَةِ مَا تُحْتَاجُ إِلَيْهِ وَعِلْمُ الْاِسْتِحَاضَةِ يَطُوْلُ، فَأَمَّا الَّذِيْ لَا بُدَّ مِنْ إِرْشَادِ النِّسَاءِ إِلَيْهِ فِيْ أَمْرِ الْحَيْضِ بَيَانُ الصَّلَوَاتِ الَّتِيْ تَقْضِيْهَا فَإِنَّهَا مَهْمَا انْقَطَعَ دَمُهَا قُبَيْلَ الْمَغْرِبِ بِمِقْدَارِ رَكْعَةٍ فَعَلَيْهَا قَضَاءُ الظًّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِذَا انْقَطَعَ قَبْلَ الصُّبْحِ بِمِقْدَارِ رَكْعَةٍ فَعَلَيْهَا قَضَاءُ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَهَذَا أَقَلُّ مَا يُرَاعِيْهِ النِّسَاءُ

7- Orang yang menikah itu hendaklah belajar mengenai ilmu dan hukum haidh, iaitu sesuatu yang dengannya dapat memelihara yang wajib. Dan ia mengajar isterinya akan hukum-hukum shalat dan apa-apa yang perlu diqadha dan tidak perlu diqadha’ pada waktu haidh, karena Allah memerintah untuk memeliharanya dari api neraka dengan firman Allah Ta’ala: yang artinya: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. At Tahrim: 6)

Maka wajib atas suami untuk mengajarkan kepada isterinya akan kepercayaan Ahlus Sunnah dan menghilangkan dari hatinya seluruh bid’ah jika isterinya itu mendengarnya. Dan ia supaya meberikan Pendidikan kepada isterinya agar mempunyai rasa takut terhadap Allah jika ia menggampang-gampangkan dalam urusan agama. Dan ia mengajarkan kepada isterinya sesuatu yang dibutuhkan dari hukum-hukum haidh dan istihadhah. Ilmu istihadhah itu panjang, maka sesuatu yang wajib untuk ditujukan kepada isteri-isteri mengenai urusan haidh adalah keterangan tentang shalat-shalat yang diqadhanya. Karena manakala darahnya putus sebelum maghrib kira-kira cukup untuk shalat satu raka’at maka wajib atasnya untuk mengqadha Maghrib dan lsya’. Dan manakala darah haidhnya putus sebelum subuh sekira cukup untuk solat satu roka’at, maka wajib atasnya untuk mengqadha sholat maghrib dan ‘isya. ini adalah setidak-tidaknya apa yang perlu dipelihara oleh para isteri. {Ihya-trjmh: ctk CV ASYIFA.  III/156}

Maka dengan pertimbangan keterangan tersebut saya berpendapat alangkah baiknya bagi para istri :

Datang Bulan Setelah Masuk Waktu Sholat

Pertama: Jadi apa bila perempuan datang haidhnya sudah masuk waktu solat, padahal andaikan ia mengerjakan shalat di awal waktu masih keburu, namun karena dia memperlambat maka tidak bisa sholat. Jika terjadi seperti ini, berarti dia punya hutang sholat, maka ia harus mengqodho sholat yang tertinggal setelah hadhnya bersih. Namun apabila tidak sengaja untuk memperlambat dengan alasan ‘udzur syar’i maka tidak wajib mengqodhonya menurut sebagian pendapat, akan tetapi sebagai ihtiyath, sebaiknya diqodho.

Putus Darah Haid di Akhir Waktu Sholat

Kedua: Jika keringnya haidh itu di akhir waktu sholat, dan seandainya ia mandi kemudian shoalat, masih keburu untuk mengerjakan sholat walau hanya satu roka’at, maka ia harus mengqodho sholat sesudah mandi untuk menghilangkan hadats haidh.

Contoh: Misalnya darah haidhnya kering di waktu ashar, kemudian ia mandi haidhnya di waktu magrib, yang sekiranya ia mandi lalu masih bisa mengerjakan sholat walaupun hanya satu roka’at, jika terjadi seperti ini maka dia harus mengqodho sholat Dzuhur dan sholat ‘ashar sebelum ia mengerjakan sholat magrib, demikian juga bila keringnya darah haidh sebelum waktu subuh, yang sekiranya ia mandi lalu masih bisa mengerjakan sholat walaupun hanya satu roka’at, maka ia harus mengqodho sholat magrib dan sholat ‘isya.

Keluar Darah Kurang dari Sehari semalam

Ketiga: Misalnya Perempuan itu keluar darah kurang dari satu hari satu malam, menurutnya darah itu adalah darah haidh, kenyataannya belum sehari semalam darah tersebut sudah kering, menurut penelitian Imam Syafi’i “paling sedikitnya masa haidh itu satu hari satu malam” jadi apabila kurang dari satu hari satu malam maka darah tersebut adalah “Istihadhoh” berdasarkan analisa ini berarti perempuan tersebut wajib mengqodho solatnya yang tertinggal.

Contoh: keluar darah sekira pukul 08 : 00 WIB, kemudian sebelum subuh sudah kering, ditunggu sampai dengan pukul 07.00 juga tetap kering, berarti darah itu bukan darah haidh. Maka ia wajib mengqodho sholat Dzhur, ‘ashar, miagrib, ‘isya dan subuh. Tidak ada kewajiban mandi bagi wanita Istihadhoh,  namun kalau mau berikhtiyat itu juga baik sebagaimana urai diatas.

  1. Cara menjaga sholat bagi wanita Nifas. Sedikitnya Nifas adalah setetes. Paling lamanya Nifas adalah enampuluh hari (dua bulan). Umumnya Nifas itu empat puluh hari. Memperhatikan keterangan masa Nifas ini berarti ada kemungkinan-kemungkinan terjadinya nifas 1-2 jam, 1-2 hari, 1-2 minggu dan seterusnya. Olehkarena itu bila terjadi bagi wanita yang sedang nifas misal pada hari ke 30 di waktu dzuhur sudah kering, kemudian ia menunggu sampai dengan hari ke 31 ternyata bener-bener telah bersih, maka dia wajib mandi nifas, dan wajib mengqodho sholat sehari semalam.
  2. Cara menjaga sholat bagi wanita Istihadhoh. Tidak ada kewajiban mandi bagi wanita Istihadhoh, namun jika ia ingin berikhtiyat, maka boleh mandi untuk sholat dzuhur dan sholat ‘asar satu kali dan untuk sholat magrib dan ‘isya satu kali, atau bahkan mungkin setiap mau sholat, karena ada keterangan : Dari ‘Adi bin Tsabit, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda mengenai wanita mustahdhoh: (yang mengeluarkan darah penyakit), “Ia (wanita yang sedang istihadhah itu) agar meninggalkan shalat pada hari-hari haidhnya, kemudian mandi dan berwudhu setiap kali akan shalat. Ia boleh berpuasa dan sholat” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, ia mengatakan, “Hadits hasan.”) {Hadits ini saya kutip dari Nailul-Authar Bab Wanita Mustahdhah berwudhu setiap kali sholat} salain dari wajib baginya menunaikan sholat lima waktu termasuk juga puasa ramadhan, hanya saja wanita Istihadhoh, sama dengan peria daimul-hadats, jadi tidak berwudhu untuk sholat sebelum masuk waktu. Dan bila dalam keadaan dhorurot maka boleh menjama’ sholat zduhur dan ‘asar kemudian menjama’ sholat magrib dan ‘isya. Wallahu Ta’ala A’lam

Demikian ulasan : Menjaga Shalat Bagi Wanita Haid, Nifas dan Istihadoh (Kutipan dari Haidhun Nisaa) Ulasan ini masih bersambung pada: Masa Mengandung Semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua.Terimakasih