Hukum Shalawat Nariyah

Hukum Shalawat Nariyah

Di kalangan umat Islam Indonesia, khususnya warga Nahdlatul Ulama (NU), terdapat banyak amalan doa dan shalawat yang diamalkan secara turun-temurun. Salah satu yang populer adalah Shalawat Nariyah. Teks shalawat ini dibaca untuk memohon pertolongan Allah, mengharapkan syafaat Nabi Muhammad ﷺ, serta mencari ketenangan hati. Namun, tidak sedikit muncul pertanyaan tentang bagaimana sebenarnya hukum membaca Shalawat Nariyah menurut pandangan ulama NU. Apakah amalan ini dibenarkan dalam syariat atau justru dianggap bid‘ah?

Sholawat Nariyah baca di sini: Sholawat Nariyah

Apa Itu Shalawat Nariyah?

Shalawat Nariyah adalah salah satu bentuk doa shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ yang disusun oleh ulama besar asal Maghrib (Maroko), yaitu Imam al-Qusthullani atau ada yang menyebutnya berasal dari Syekh Nari. Kata nariyah berasal dari kata nar yang berarti api, karena shalawat ini diyakini memiliki energi spiritual yang kuat, bagaikan api yang mampu menghancurkan kesulitan hidup.

Teks Shalawat Nariyah memuat permohonan agar Allah melimpahkan rahmat, kesejahteraan, dan kemuliaan kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan jumlah yang sempurna, sesuai keagungan Allah. Selain itu, shalawat ini juga memuat doa agar melalui perantaraan Nabi, segala kesulitan diangkat, kebutuhan tercukupi, dan doa dikabulkan.

Dalil Umum tentang Shalawat

Sebelum membahas hukum Shalawat Nariyah, penting untuk memahami dalil tentang perintah bershalawat. Allah ﷻ berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
(QS. Al-Ahzab: 56)

Ayat ini menjadi dasar utama bahwa bershalawat kepada Nabi adalah ibadah yang diperintahkan langsung oleh Allah. Dengan demikian, membaca shalawat dalam bentuk apapun yang berisi pujian dan doa untuk Nabi Muhammad ﷺ termasuk dalam amal yang terpuji.

Kedudukan Shalawat Nariyah dalam Tradisi NU

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam Ahlussunnah wal Jama‘ah memiliki pendekatan yang khas terhadap amalan-amalan seperti Shalawat Nariyah. Bagi NU, selama suatu amalan memiliki landasan syar‘i secara umum, tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis, serta membawa kemaslahatan, maka amalan tersebut boleh diamalkan.

Shalawat Nariyah termasuk dalam kategori fadhailul a‘mal (amalan-amalan keutamaan). Artinya, ia adalah ibadah sunnah yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah, tanpa mengandung keyakinan wajib. Dalam tradisi NU, Shalawat Nariyah dibaca secara pribadi maupun berjamaah, terutama pada acara rutinan seperti yasinan, tahlilan, atau kegiatan shalawatan.

Pandangan Ulama NU tentang Shalawat Nariyah

  1. Mubah (Boleh) Diamalkan
    Para ulama NU menegaskan bahwa membaca Shalawat Nariyah hukumnya boleh. Tidak ada larangan dalam syariat untuk membuat redaksi shalawat baru, selama isinya tetap doa kepada Allah untuk Nabi Muhammad ﷺ.
  2. Tidak Bertentangan dengan Syariat
    Isi Shalawat Nariyah adalah doa dan pujian, tanpa mengandung syirik atau keyakinan batil. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk melarangnya.
  3. Termasuk Sunnah Hasanah
    Ulama NU sering mengutip kaidah bahwa amalan baru yang baik dan mendekatkan diri kepada Allah termasuk dalam bid‘ah hasanah. Dengan demikian, Shalawat Nariyah bukan bid‘ah tercela, melainkan amalan baik yang dianjurkan.
  4. Keberkahan melalui Shalawat
    NU memandang bahwa memperbanyak shalawat akan mendatangkan ketenangan hati, keberkahan hidup, serta menguatkan cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Kontroversi dan Kritik

Sebagian kalangan di luar NU mengkritik Shalawat Nariyah dengan alasan:

  • Tidak ada contoh langsung dari Nabi ﷺ maupun para sahabat.
  • Ada keyakinan di sebagian masyarakat bahwa membaca Shalawat Nariyah sekian kali akan menjamin terkabulnya hajat. Hal ini dikhawatirkan menyerupai praktik magis.

Namun, ulama NU menanggapi bahwa:

  • Tidak semua doa harus berasal dari Nabi. Umat Islam bebas menyusun doa, selama sesuai dengan akidah Islam.
  • Tentang bilangan tertentu, hal ini bukan kewajiban mutlak, melainkan bagian dari tradisi atau ijazah ulama untuk memotivasi umat dalam memperbanyak amal.

Keutamaan Membaca Shalawat Nariyah

Dalam tradisi NU, Shalawat Nariyah dipercaya memiliki banyak manfaat, antara lain:

  1. Mengangkat kesulitan hidup – sesuai dengan makna doa yang terkandung di dalamnya.
  2. Mendekatkan diri kepada Nabi Muhammad ﷺ – sebagai bentuk cinta dan penghormatan.
  3. Mendatangkan keberkahan rezeki – banyak jamaah meyakini bahwa setelah membaca Shalawat Nariyah, rezeki terasa lebih lancar.
  4. Menumbuhkan ketenangan jiwa – bacaan shalawat menenangkan hati orang yang gelisah.
  5. Menguatkan persaudaraan – saat dibaca berjamaah, shalawat ini mempererat ukhuwah di masyarakat.

Praktik Pembacaan dalam Tradisi NU

Di berbagai daerah, Shalawat Nariyah dibaca dalam beberapa bentuk:

  • Rutin harian: sebagian orang membacanya setiap pagi atau malam sebagai wirid pribadi.
  • Berjamaah mingguan: dibaca bersama-sama setelah yasinan malam Jumat.
  • Acara tertentu: seperti peringatan Maulid Nabi, haul, atau tahlilan.

Jumlah bacaannya pun bervariasi. Ada yang membaca 11 kali, 41 kali, 100 kali, bahkan 4444 kali. Semua itu hanyalah tradisi, bukan kewajiban syariat.

Prinsip dalam NU: Moderat dan Bijak

Nahdlatul Ulama mengajarkan sikap moderat dalam mengamalkan shalawat. Prinsip yang dijunjung adalah:

  1. Niat yang ikhlas – membaca shalawat karena Allah, bukan semata-mata mencari keuntungan duniawi.
  2. Tidak meyakini kewajiban – Shalawat Nariyah bukan ibadah wajib, tetapi amalan sunnah.
  3. Menghormati perbedaan – bagi yang tidak mengamalkan, tidak boleh menyalahkan yang mengamalkan, begitu pula sebaliknya.

Dengan prinsip ini, NU menjaga keseimbangan antara menjaga tradisi ulama salaf dengan tetap berpijak pada syariat Islam.

Shalawat Nariyah dalam Konteks Sosial

Selain sebagai amalan individu, Shalawat Nariyah juga memiliki dimensi sosial yang besar. Di masyarakat NU, shalawat ini:

  • Menghidupkan tradisi keagamaan – membuat suasana kampung Islami dan religius.
  • Menjadi sarana dakwah – majelis shalawat sering menarik anak muda untuk hadir di masjid.
  • Membangun solidaritas – kegiatan bersama memperkuat persatuan warga.

Dengan demikian, manfaatnya tidak hanya dirasakan secara spiritual, tetapi juga sosial.

Kesimpulan

Hukum Shalawat Nariyah menurut pandangan NU adalah boleh bahkan sunnah diamalkan, selama niatnya ikhlas karena Allah dan tidak diyakini sebagai kewajiban syariat. Dalil perintah bershalawat dalam Al-Qur’an berlaku umum, sehingga semua bentuk doa yang berisi pujian kepada Nabi termasuk ibadah yang dianjurkan.

Meski ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, NU menekankan sikap bijak: tidak memaksakan, tidak menyalahkan, dan tetap menghormati pilihan masing-masing. Bagi warga NU, Shalawat Nariyah adalah wujud cinta kepada Rasulullah ﷺ dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.

Dengan memahami hukum dan hikmah di balik Shalawat Nariyah, kita bisa lebih tenang dalam mengamalkannya, sekaligus menghargai perbedaan yang ada di tengah umat Islam.