Qadha Puasa : Pengertian Dan Ketentuan Qadha Atau Ganti

Posted on

Qadha Puasa : Pengertian Dan Ketentuan Qadha Atau Ganti  – Pada kesempatan ini Duta Dakwah akan membahas tentang Puasa. Yang mana dalam pembahasan ini menjelaskan tentang pengertian ganti puasa/qadha, ketentuan niat ganti puasa dengan secara jelas dan singkat. Untuk lebih jelasnya silahkan simak ulsan berikut ini.

Qadha Puasa : Pengertian Dan Ketentuan Qadha Atau Ganti

Kata “Qadha’” adalah bentuk masdar dari kata dasar “qadhaa”, yang artinya; memenuhi atau melaksanakan. Menurut istilah dalam Ilmu Fiqh, qadha dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh Syariat Islam. Semisal, qadha puasa Ramadhan yang berarti puasa Ramadhan itu dilaksanakan sesudah bulan Ramadhan.

Dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan seseorang harus memenuhi beberapa syarat sah puasa dan rukun puasa. Puasa ramadhan juga memiliki banyak keutamaan atau fadhilah diantara fadhilah puasa ramadhan adalah dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka serta dibelenggunya syaitan sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Rasulullah SAW

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِدَتِ الشَّيَاطِيْنُ ، وَمَرَدَةُ الْجِنِّ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَنَادَى مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلّٰهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ

Artinya : “Jika tiba waktu awal malam di bulan ramadlan maka setan-setan dan pemimpin-pemimpinnya dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak ada yang dibuka. Pintu-pintu surga dibuka dan tidak ada yang ditutup, lalu ada penyeru yang berseru, “Hai orang yang mencari kebaikan, teruskanlah. Hai orang yang mencari keburukan, berhentilah. Sesungguhnya Allah membebaskan orang-orang dari neraka, dan itu terjadi pada setiap malam.”. (Riwayat at-Tirmizi dan Ibnu Majah)

Pengertian Ganti Puasa atau Qadha

Puasa qadha atau puasa pengganti adalah puasa yang dilaksanakan sebagai ganti puasa yang ditinggalkan pada bulan ramadhan. Meskipun puasa ramadhan wajib hukumnya namun seseorang diperbolehkan untuk meninggalkan puasa sebab adanya halangan namun ia wajib mengqadha atau mengganti puasanya tersebut setelah bulan ramadhan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 184 yang berbunyi :

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya : “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Ketentuan Niat Ganti Puasa

Dalam melaksanakan puasa ramadhan tentunya tidaklah sah tanpa memenuhi syarat-syarat puasa atau rukun puasa. Adapun ketentuan qadha puasa dan niat mengganti qadha puasa diterangkan dalam penjelasan berikut ini

Jika seseorang meninggalkan puasa pada bulan ramadhan karena sebab-sebab tertentu maka ia disunahkan untuk segera mengqadha puasanya tersebut. Namun apabila seseorang meninggalkan puasa tanpa sebab yang jelas maka ia wajib sesegera mungkin mengganti puasanya tersebut berdasarkan pendapat dari ulama mahzab syafii dan Imam Nawawi.

Apabila seseorang meninggalkan puasa dengan alasan-alasan yang syar’i atau sesuai dengan halangan yang memperbolehkannya meninggalkan puasa menurut islam. Maka jika ia belum bisa mengganti puasanya sebelum ramadhan berikutnya diakibatkan halangannya belum hilang maka ia tidak wajib membayar fidyah dan ia dapat melaksanakan qadha setelah ramadhan berikutnya terlalui.

Mengqadha puasa ramadhan berturut-turut hukumnya sunnah dan sangat dianjurkan. 

Qadha’ puasa atau mengganti puasa tidak boleh dilakukan pada hari- hari tertentu misalnya di bulan ramadhan, hari raya idul fitri, hari raya idul adha serta hari-hari tasyrik.

Niat puasa qadha ramadhan adapun diucapkan di dalam hati dan bukan dengan lisan di mana umat islam yang ingin mengqadha puasa dan membaca niat ia tidak disyaratkan untuk ‘Talaffuz’ atau menyebut niat dengan lisan

Adapun niat yang diucapkan dalam hati harus sesuai dengan tujuan melaksanakan puasa yaitu puasa qadha dan niat tersebut diucapkan saat malam hari sebelum terbitnya matahari. Menurut pendapat ulama maka niat untuk mengqadha puasa harus diucapkan setiap malam sebelum mengqadha puasanya namun ada yang berpendapat jika mengqadha puasa secara terus menerus maka boleh hanya mengucapkan niat pada awal puasanya saja.

Sebelum mengqadha puasa maka seseorang hendaknya mengucapkan niat adalam hati. Niat mengqadha atau ganti puasa adalah sebagai berikut niat ganti puasa

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ لِلّٰهِ تَعَالٰى

Atinya : “Aku niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah Ta’ala.”

Beberapa Pertanyaan Yang Timbul Dimasyarakat

Dari keterangan diatas tentu timbul berbagai pertanyaan di masyarakat pada umumnya. Terutama bagi mereka yang mengalaminya sebagai berikut :

Wajibkah qadha’ puasa dilaksanakan secara berurutan? 

Qadha’ puasa Ramadhan, wajib dilaksanakan sebanyak hari yang telah ditinggalkan, sebagaimana termaktub dalam Al-Baqarah ayat 184. Dan tidak ada ketentuan lain mengenai tata cara qadha’ selain dalam ayat tersebut.

Adapun mengenai wajib tidaknya atau qadha ‘ puasa dilakukan secara berurutan, ada dua pendapat. Pendapat pertama, menyatakan bahwa jika hari puasa yang di­tinggalkannya berurutan, maka qadha’ harus dilaksanakan secara berurutan pula, lantaran qadha’ merupakan pengganti puasa yang telah ditinggalkan, sehingga wajib dilakukan secara sepadan.

Sabda Rasulullah SAW:

قَضَاءُ رَمَضَانَ إِنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإِنْ شَاءَ تَابَعَ

Artinya : “Qadha’ (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. ” (HR. Daruquthni, dari Ibnu ‘Umar)

Dengan demikian, qadha’ puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan. Namun dapat dilakukan dengan leluasa, kapan saja dikehendaki. Boleh secara berurutan, boleh juga secara terpisah.

Bagaimana jika qadha’ tertunda sampai ramadhan berikutnya? 

Waktu dan kesempatan untuk melaksanakan qadha’ puasa Ramadhan adalah lebih dari cukup yakni, sampai bulan Ramadhan berikutnya. Namun demikian, tidak mustahil jika ada orang-orang –dengan alasan tertentu– belum juga melaksanakan qadha’ puasa Ramadhan, sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya.

Kejadian seperti ini, dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik yang positif maupun negatif seperti; selalu ada halangan, sering sakit misalnya, bersikap apatis, bersikap gegabah, sengaja mengabaikannya dan lain sebagainya. Sehingga pelaksanaan qadha’ puasanya ditangguhkan atau tertunda sampai tiba Ramadhan benkutnya.

Penangguhan atau penundaan pelaksanaan qadha’ puasa Ra­madhan sampai tiba Ramadhan berikutnya –tanpa halangan yang sah–, maka hukumnya haram dan berdosa. Sedangkan jika penangguhan tersebut diakibatkan lantaran udzur yang selalu menghalanginya, maka tidaklah berdosa.

Adapun mengenai kewajiban fidyah’ yang dikaitkan dengan adanya penangguhan qadha’ puasa Ramadhan tersebut, di antara para Fuqaha ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa; penangguhan qadha’ puasa Ramadhan sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Baik penangguhannya tersebut karena ada udzur atau tidak.

Bagaimana jika seseorang meninggal dunia sebelum qadha? 

Memenuhi kewajiban membayar hutang adalah sesuatu yang mutlak. Baik yang berhubungan dengan manusia, apalagi berhubungan dengan Allah SWT. Sehingga orang yang meninggal dunia sebelum memenuhi kewajiban qadha’ puasa Ramadhan, sama artinya dengan mempunyai tunggakan hutang kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, pihak keluarga wajib memenuhinya.

Adapun dalam praktik pelaksanaan qadha’ puasa Ramadhan tersebut, ada dua pendapat yakni; Pendapat pertama, menyatakan bahwa; pelaksanaan qadha’ puasa Ramadhan orang yang meninggal dunia tersebut gapat diganti dengan fidyah. Yaitu memberi makan sebesar 0,6 kg bahan makanan pokok kepada seorang miskin untuk tiap-tiap hari puasa yang telah ditinggalkannya.

Sabda Rasulullah SAW:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ أُطْعِمَ عَنْهُ مَكَانَ يَوْمٍ مِسْكِيْنٌ

Artinya : “Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya.” (HR Tirmidzi, dari Ibnu ‘Umar)

Bagaimana Jika Jumlah Hari yang Ditinggalkan Tidak Diketahui? 

Melaksanakan qadha’ puasa sebanyak hari yang telah ditinggalkan merupakan suatu kewajiban. Baik qadha’ puasa untuk di­rinya sendiri, maupun untuk anggota keluarga yang telah meninggal dunia. Namun dalam hal ini, tidak mustahil terjadi bahwa jumlah hari yang harus qadha’ puasa itu tidak diketahui lagi, misalnya lantaran sudah terlalu lama, atau memang,sulit diketahui jumlah harinya. .

Dalam keadaan seperti ini, alangkah bijak jika kita tentukan saja jumlah hari yang paling maksimum. Lantaran kelebihan hari qadha’ puasa adalah lebih baik ketimbang kurang. Dimana kelebihan hari qadha’ tersebut akan menjadi ibadah sunnat yang tentunya memiliki nilai tersendiri.

orang yang dibolehkan meninggalkan puasa

Adapun orang-orang yang dibolehkan meninggalkan puasa dan mengqadhanya dilain hari termasuk :

Orang sakit dan sakitnya tersebut membuatnya lemah dan tidak mampu melaksanakan puasa boleh meninggalkan puasa pada hari dimana ia sakit dan mengqadhanya dikemudian hari. Namun orang yang sakit ringan dan masih mampu berpuasa tetap harus melaksanakan puasa sehingga apabila ia meninggalkannya maka ia berdosa.

Musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan perjalanannya tersebut cukup jauh atau sama halnya dengan mengqashar atau jama’ shalat wajib.

Wanita yang haid atau nifas dapat meninggalkan puasa dan mengganti puasa tersebut dilain hari setelah ramadhan karena darah haid tersebut membatalkan puasa seseorang.

Wanita yang hamil dan menyusui. Adapaun wanita yang sedang hamil dan menyususi boleh tidak berpuasa atau meninggalkan puasa ramadhan apabila sekiranya ia tidak sanggup atau lemah dab apabila ia berpuasa dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan atau perkembangan bayinya tersebut. Beberapa ulama berpendapat bahwa wanita yang hamil sama halnya dengan orangtua yang tidak sanggup berpuasa sehingga ia boleh tidak mengqadha puasanya melainkan hanya membayar fidyah atau memberi makan orang miskin.

Apabila seseorang meninggal dunia dan ia telah meninggalkan puasa ramadhan karena sakit yang terus menerus, hamil, melahirkan kecelakaan atau musafir maka jika ia belum sempat mengganti atau mengqadha puasa tersebut ahli warisnya atau nasabnyalah yang bertanggung jawab untuk mengganti puasanya.

 

Qadha Puasa
Qadha Puasa

Demikian ulasan tentang Qadha Puasa : Pengertian Dan Ketentuan Qadha Atau Ganti . Semoga dapat bermanfaat dan memberikan ilmu pengetahuan kepada kita semua. Terimakasih.